Tuesday, February 26, 2008

Stuck...

Hari kedua di site. Makin ruwet, pusing, males, nggak jelas. Sungguh! Aku belum on! Nggak mood. Mbuhlah....

Monday, February 25, 2008

Another Different Story...

Martabe, ternyata aku masih kembali....

Stephen Covey pernah menulis bahwa bukan beratnya beban yang membuat stres, melainkan lamanya kita menanggung beban. Benarkah berlaku demikian? Entahlah, berharap saja bahwa hormon adrenalin masih bisa terus berproduksi dalam tubuh ini dan stoknya mencukupi dalam rangka pertahanan diri, halah!

Sudahlah, yang jelas Martabe akan masih bergulir dengan ceritanya, karena dipastikan aku masih melewatinya dalam 6 minggu ke depan. And I don't want to talk about Martabe right now ...karena nyawaku sepertinya masih tertinggal separuh di Jakarta dan jiwaku masih berada di Pekalongan sisanya lagi...

Masih pengen me-review sejenak, hari-hari yang terlalui seminggu belakangan. Yup, acara EHS Regional Meeting AP diikuti outbound. Asyik aja bisa ngumpul bareng-bareng safety all sites, terutama pas outbound di Camping Ground-Gunung Pancar. Yang jelas..We are a great team. EHS Solid...YESS BISA !








Sunday, February 17, 2008

Getting Unstuck

Cuaca yang sangat bersahabat, tak terkurung mendung ataupun tertawan hujan seperti hari-hari kemarin. Yup, hari yang cerah untuk memanjakan diri, melepas penat, bete dan segala kerapuhan. Apalagi field break sudah nyaris berujung dan itu berarti kelelahan teramat panjang di site akan segera terpampang dan terasakan. Dan begitulah aku kemarin siang. Tergoda masuk ke sebuah salon. Aku pengen creambath, treatment yang entah kapan terakhir aku melakukannya, saking sudah terlalu lama.

Si Mbak kapster dengan cekatan mengurus rambutku yang tak terurus. Rambut yang kadang seperti ijuk dan susah diatur, tapi tetap nekad terus kupanjangkan.

"Ndak direbonding sekalian aja?" begitulah si Mbak kapster menawari sebuah pelayanan lain.
Iseng kutanya "Berapa harga rebonding, Mbak?"
"250 ribu rupiah untuk rambut panjang"
"Walah, kalau begitu saya nabung dulu deh Mbak"
polos jawabku. Si Mbak tertawa.

Dari dulu aku memang belum tertarik untuk menikmati teknologi pelurusan rambut bernama rebonding yang mungkin bisa membuat rambut berombak-ku yang dihasilkan dari perpaduan gen rambut lurus ayahku dan gen rambut keriting ibuku ini, menjadi lurus.

Di sela-sela men-treat rambutku, si Mbak memberikan ceramah tentang perawatan rambut, yang harus diberi vitamin lah, yang harus beginilah dan begitulah. Seru juga, meskipun pada akhirnya aku cuma bisa tersenyum kecut mengingat…semua nasehat si Mbak yang baik hati tersebut nggak bakal bisa kulakukan, apalagi kalau pas di site, dijamin nihil! Bagaimana tidak, pekerjaanku yang spesialis eksplorasi ini menuntutku banyak di lapangan bahkan tinggal di fly camp di atas gunung sana. Belum lagi kepala ini yang nyaris setiap saat harus pakai helm saat bekerja. Udah sangat bersyukur nggak mandi di sungai, atau bersyukur sekali jika pompa untuk mengalirkan air dari sungai menuju ke kamar mandi nggak rusak. Aku nggak bakal membahagiakan rambutku, maafkan aku...

Kemudian si Mbak menawarkan pelayanan lain yang bias dilakukan di salon ini.
"Lulur sekalian ya Mbak, bleaching juga bisa, biar putih"
Walah...pasti akan terasa nikmat, tapi aku sudah kadung hopeless dengan keadaan diri, dengan pekerjaan yang menuntutku sering berada di lapangan dengan terik yang menyengat. Kulit sawo matang yang semakin matang sawonya bahkan terus membusuk tak terkira! Mau pakai Ponds berbotol-botol juga sepertinya kagak ngaruh! 

Hah, I'm getting unstuck anyway. Dan creambath dengan bonus massage siang kemarin...lumayanlah, inilah salah satu nikmatnya menjadi perempuan dalam kehidupan normal. Halah!

Tuesday, February 12, 2008

Ruang Rindu itu Bernama...Bromo


Pemandangan yang sungguh sangat luar biasa, speechless deh mengagumi maha karya Sang Pencipta kehidupan ini. Yup...Bromo! Sebuah tempat yang pengen banget aku kunjungi. Suatu hari nanti, ingin kunikmati indahnya dalam nyata...
Insya Allah...suatu hari nanti, suatu waktu nanti........
Bromo....tunggu aku!!!

Monday, February 04, 2008

Menjadi Seorang Guru

Aku dilahirkan dari Ibu dan Ayah yang berprofesi sebagai guru, guru SD tepatnya. Bukan mengajar di SD elit, tapi SD negeri kampung, yang bahkan kalau boleh mengenang sedikit...dulu masih banyak muridnya yang tidak pakai sepatu kalau ke sekolah, seragam seadanya bahkan membayar BP3 (SPP) yang bisa dibilang murahpun banyak yang nunggak dan baru bayar jika pembagian raport dilakukan.

Kehidupan kami sekeluarga pun sangat sederhana. Berapa sih penghasilan guru SD yang diterima perbulannya, kalau Bang Rhoma Irama pernah bilang dalam lagunya "Gali Lubang Tutup Lubang", ya memang begitulah...menggali lubang hutang untuk menutupi lubang hutang sebelumnya dan begitu seterusnya, dan aku merasakan betul apa yang namanya perjuangan...

Pun harapan kedua orang tuaku tak pernah muluk-muluk. Ayahku hanya ingin anak-anaknya meneruskan profesi kedua orang tua dan beliau mendorongku untuk masuk IKIP setelah lulus SMA waktu itu. Tapi aku menolak, aku tidak mau masuk IKIP, aku tidak ingin menjadi guru. Meskipun saat mau lulus kuliah, tiba-tiba profesi dosen pengen banget aku geluti...tapi ternyata kesempatan bekerjaku dari pertama hingga sekarang adalah bekerja di swasta. Maafkan aku Ibu & Ayah, mungkin aku terlalu egois, egois dalam mengejar mimpiku sendiri...

Tapi pagi ini aku tersenyum dan mataku sedikit berkaca...ketika adikku salaman dan menempelkan tanganku di keningnya sambil berucap "Pamit sik yo, Mbak...". Telah sebulan ini adikku bekerja di sebuah SMP. Dia mengajar Matematika di sana, ya...adikku menjadi guru!

(Ya Allah...Kau tahu, aku bahkan tak berani menuntut apa-apa lagi dari-Mu, karena yang telah KAU anugerahkan padaku sudah terlalu lebih. Terima kasih untuk semuanya Ya Allah, segala yang mengisi pun memudahkan perjalanan hidupku hingga kini...dan selamanya!)