Monday, July 27, 2009

Dalam Keheningan Baduy...

Aku tak akan berkisah tentang perjalanan ke Baduy, bagaimana caranya ke sana, naik apa, apa yang harus dipersiapkan, apa yang ada selama perjalanan, serta apa yang bisa dinikmati di sana. Mengapa? Karena aku yakin teman-temanku pada trip yang sama pada hari itu pasti akan menulis hal tersebut pada blognya masing-masing. Aku ingin menulis sesuatu yang lain, Baduy dalam pandanganku, pandangan seorang Lena, yang notabene cuma semalam bermalam di sana.



Aku tak pernah googling apapun tentang Baduy sebelumnya. Yang kuketahui tentang Baduy sangat terbatas. Tadinya aku mengira Suku Baduy merupakan suku terasing, terpencil atau terisolasi dari perkembangan dunia luar, padahal jaraknya mungkin hanya sekitar 5 jam perjalanan dari ibukota. Aku jadi ingat kisah tentang Suku Tugutil di pedalaman Halmahera Tengah sana, yang notabene kerap kudengar ceritanya saat ditugaskan di Site Wedabay Halmahera beberapa tahun lalu.

Nyatanya setelah sampai di Baduy dan menikmati kebersahajaannya, pandanganku tentang Baduy berubah. Suku Baduy (baca: Baduy Dalam) ternyata bukanlah suku yang terasing, terpencil atau terisolasi dari perkembangan dunia luar! Sungguh! Mereka mengetahui dan tidak anti terhadap dunia luar, mereka bisa berkomunikasi baik dengan kita, mereka makan makanan yang sama dengan kita, berbagai produk kota telah dikenal oleh mereka. Suku Baduy adalah suku yang memegang teguh adat. Meski kadang ketika kita bertanya "mengapa di Baduy harus begini, mengapa mandi nggak boleh pakai sabun, mengapa gak boleh motret, mengapa rumah bentuknya sama, mengapa gak ada listrik, mengapa harus jalan kaki dan anti transportasi, mengapa gak pake sendal dll" mereka hanya bisa menjawab itu adalah ADAT, dan tidak bisa menjelaskan secara lebih lanjut...aku yakin makna di balik itu semua begitu luar biasa.



Walaupun banyak tamu dari luar Baduy yang berkunjung ke sana dan aroma teknologi yang menggoda serta iming-iming metropolitan yang menggema, semoga Baduy tak pernah berubah! Tetaplah menjadi apa adanya, tetaplah menjadi oase di tengah gurun peradaban yang makin nggak karuan ini...

Tetaplah hening Baduy! Tetaplah bersahaja!



PS. Terima kasih banyak untuk semua teman yang menyertai perjalanan seruku ke sana (Sofie, Dwi, Evi, Tyas, Shinta, Luis, Bembi, Ebiet, Ian, Apple, Cincin, Upi, Joko, Imam). Sampai jumpa di trip selanjutnya :-)

Wednesday, July 22, 2009

Dan Hari Ini Mengenangmu...

Hujan mengguyur Jakarta malam ini. Hujan membuat kota ini tampak rapuh, dan kunikmati kerapuhan itu.

Aku sedang berada di ATM ketika tiba-tiba hujan turun yang seakan-akan tanpa didahului oleh gerimis. Jas hujan tak terbawa. Aku meneduh di pertokoan samping ATM. Hujan tak kunjung berhenti...

Bukankah indah menikmati derasnya?
Curahan air dengan warna yang berpendar disapu lampu-lampu jalan, mobil dan motor.
Lalu jadilah aku penikmat hujan.
Berkendara pelan di atas motor dan memang sengaja hujan-hujanan.

Aku sedang mengais mimpi
Remah-remah mimpi tepatnya...
Sambil menikmati tangisan langit malam ini

..........................

Monday, July 20, 2009

Eleven Minutes

Paulo Coelho, pengarang asal Brazil ini pernah membiusku lewat novel The Alchemist. Kisah tentang mimpi dan bagaimana kita berani mewujudkan mimpi-mimpi itu. Novel yang luar biasa!. Begitupun novel berikutnya yang kubaca, Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Tersedu. Novel yang indah, tentang pertarungan diri akan pencarian cinta sejati. Sementara The Fifth Mountain, tak kunjung selesai hingga hari ini meski kubeli entah beberapa tahun lalu. Halaman-halaman awalnya membosankan hingga aku tak berniat meneruskannya. Ia kini tergeletak manis di antara tumpukan novel-novel lain di rak buku.

Tapi aku rindu karangannya. Pilihan bacaanku akhir-akhir ini rada-rada aneh, sehingga aku melewatkan novel-novel Paulo Coelho lainnya.

Cukup untuk berlama-lama di Gramedia Matraman kemarin, lantai 2 jelas pilihanku. Novel, emang ada lagi yang menarik perhatianku berlama-lama di gedung itu selain novel? Cuma novel yang membuat hati dan otakku interest. Parah ya? Hehe...

Eleven Minutes alias sebelas menit, begitu judulnya. Sialan, yang terpajang masih tersampul plastik semua alias nggak ada testernya. Membaca sekilas review di belakang buku itu, lumayan. Tapi nggak apalah untuk Paulo Coelho, bagus atau tidak isinya...ya biarin aja. At least kata berbagai sumber yang dapat dipercaya, buku ini bagus.

Lalu lanjutan libur long weekend Senin ini kutuntaskan membaca novel itu. Eleven Minutes, cerita tentang ...waduh nggak nyangka juga Paulo Coelho bisa menulis cerita demikian. Busyet, serasa membaca novel Harlequin tapi dikemas dengan bahasa dan cita rasa yang berbeda, kalau boleh dibilang seperti itu. Meski penuh dengan kutipan-kutipan agak vulgar dan beberapa bagian yang rada nggak penting menurutku, secara umum novel ini lumayan untuk dibaca dan ditamatkan (asal dibaca dengan open mind loh). Pengembaraan, pencarian jati diri, mimpi dan cinta sejati...ah, Paulo Coelho banget!

Dan aku jadi tahu, apa makna dibalik "11 menit"! Wuakakakakakak!

Friday, July 17, 2009

Another "Abal-abal" Story

Sudah kuduga
Ternyata "ke-abal-abalan" itu sudah mendarah daging
Dan aku hanya bisa tertawa...
Lucu
Meskipun patut ditertawakan, tapi aku ingin segera menjadi bagian itu secepatnya.
Akan seru pastinya
Sudah nggak sabar lagi

Wah, jan abal-abal tenan
Kok bisa selama ini bertahan???

...........

Sunday, July 12, 2009

If I Could Reach...Higher...

Ekspedisi Gunung Gede, 3-5 Juli 2009

Subhanallah...
Thanks for all my friends: Ayu, Dedi blnk, Ndoro Indra, Heru, Dodi, Andri, Ucup, Henry, Ryan, Damar.
Next project...gunung mana yang akan kita daki nih? Hihi, gpp kudu jalan ngengkang abis turun gunung dan counterpain abis satu tube...yang penting hajar bleh!



















....................

Thursday, July 09, 2009

(&*&*&^^&%^$R#@$^W

Aku tahu, ini pasti akan terjadi
suatu hari nanti
Hanya masalah waktu.

Dan aku baik-baik saja

Rasa menerima bukanlah hal yang baru buatku
Tak perlu lagi beradaptasi atau pura-pura

Tapi entah mengapa aku tak suka bulan penuh di langit sana
Aku kehilangan bintang itu
bintang paling redup favoritku

Dan biarkan aku menjadi penonton saja buat semua
Penonton yang paling bahagia

Aku tak akan menyalahkan masa lalu
Masa lalu yang membuatku terbentuk seperti ini
Tidak, tak ada yang salah dengan masa lalu

Aku akan menjalani sisanya
Hingga ujungnya
dengan senyum lapang di dada

Mari bersulang untuk masa depan
Semoga tak sesuram bintang paling redup favoritku
Tapi meskipun redup
Bukankah dia bintang?

..............