Friday, August 27, 2010

Khayalan

Sedang di beranda di sebuah kamar hotel. Memandang laut lepas di sebelah timur. Aku merasa sangat lelah. Aku sudah eneg dengan bandara demi bandara yang meski kusinggahi, kamar-kamar hotel yang kuinapi, semua kantor cabang dan lapangan yang harus kukunjungi, entahlah...aku muak dengan pekerjaan ini.

Perjalanan ini sudah begitu jauh. Tak tahu kapan bisa terhenti. Aku pernah mendengar, mungkin sebuah ayat dalam kitab suci, bahwa Tuhan tidak memberikan apa yang hamba-Nya inginkan, tapi apa yang hamba-Nya butuhkan. Lalu apakah semua ini yang aku butuhkan? Entahlah. Aku tak pernah merasa membutuhkan ini, pun menginginkannya. Aku jalani hari-hariku...berlalu...tanpa pernah memaknai.

Hujan baru saja berhenti. Satu-satunya hiburanpun berlalu. Hujan adalah surga dunia nomor satu bagiku. Yeah, tapi mungkin bisa menjadi bencana di beberapa bagian negeriku.

Telpon genggamku berbunyi, sms. Darinya, temenku, sahabatku...entahlah, apa tepatnya ia dalam hidupku.

"Kapan pulang?" sebaris tulisan tampak di layar
Kubalas "minggu depan"
"miss u..." kaget, gak pernah ia nulis seperti itu. Dia pasti lagi mabuk, ngelantur atau apalah, yang jelas pasti jiwanya sedang tidak berpijak pada bumi.
"miss u too" aku ikut mabuk akhirnya, membalas sekenanya.
"Sampai di bandara jangan keburu naik taksi dulu" tulisnya
"Kenapa"
"Aku mau jemput kamu" Yeah, mungkin dia sudah berada di langit nomor tujuh.
"Tumben"
"Pengen aja"

Tak kubalas lagi.

Dan seminggu kemudian...

Sudah beberapa bulan terakhir dia tak pernah kasih kabar. Entah melanglang ke bagian dunia mana, sibuk atau pura-pura sibuk. Aku tak pernah mencoba menghubunginya, males dicuekin. Simbiosis mutualisme dalam hubungan kami adalah rokok dan asapnya. Tapi gembiraku membuncah ketika siang ini aku melihatnya. Dia, dengan senyum paling manisnya telah menungguku di terminal kedatangan terminal dua.

"Kenapa, ada yang aneh?" tanyanya
"Biar aku yang nyetir, aku nggak mau disopirin sama orang mabuk"
"Kurang ajar!" dia tertawa, mengkucak rambut berantakanku lalu mengambil alih backpack-ku.

Sore ini, aku menikmati kembali asap rokok yang dihembuskannya. Aku tahu, aku juga merinduinya...

to be continued...

(@Pule 126, Ramadhan hari ke 17)

Tuesday, August 17, 2010

Berkibarlah benderaku...jayalah negeriku!

Sudah lama sekali aku nggak mengikuti upacara bendera. Jaman kuliah jadul mungkin terakhir aku menyaksikan langsung sang saka dikibarkan. Dan terus terang, rasanya biasa saja.

Hari ini, 17 Agustus 2010. Untuk pertama kalinya aku merayakan 17-an di tengah lautan bebas. Bersama seluruh karyawan Chevron dan kontraktornya yang bekerja di lokasi drilling MTR2 di wilayah perairan Attaka. Sedari glasi resik kemarin, aku sudah sangat terharu. Bagaimana tidak terharu, ketika di lautan pun 17-an dirayakan dan gemanya begitu luar biasa. Terima kasih untuk semuanya!







(@MTR2 Barge, Attaka Juliet)

Tuesday, August 10, 2010

Khayalan (2)

"Aku capek" kataku
"Aku juga..." desahnya

Dia kembali menyalakan rokok untuk ketiga kalinya. Dia tahu aku memang suka bau asapnya, maka dengan sengaja dia hembuskan asap rokok itu ke dekatku.

"Kata orang, perokok pasif lebih berbahaya dibanding perokok aktif" Dia keluarkan asap terakhir dari mulutnya. Aku hirup asap terakhir itu.
"Yup, nanti kita buktikan siapa yang akan mati duluan. Kamu atau aku"

Meledaklah tawanya, hingar. Aku suka dan aku benci ketika tawa itu terhenti.

"Ayo tertawa lagi. Kamu cakep kalau lagi bahagia." ujarku
"Dasar!!!" Dia tertawa lagi, agak lama. Aku menikmatinya.

Tak banyak yang kami lakukan ketika bersama. Duduk, ngobrol, memandang langit, senja, malam, hujan...entahlah kelihatan sangat nggak produktif sebenarnya. Dulunya, kami sering merangkum semua hal yang terjadi dalam pekerjaan masing-masing, perjalanan, dsb untuk kemudian kami ceritakan pada saat kami bertemu. Sangat sedikit cerita bahagia, lebih banyak kalimat "Aku capek" atau "Aku lelah".

Suatu hari dia pernah bilang "Kau tahu, bila kita bersama maka capek itu akan jadi capek kuadrat, lebih parah. Kita sama, bisa dikatakan dalam semua aspek. Apa sih yang beda di antara kita? Aku perempuan, kamu laki-laki. Aku perokok aktif sedangkan kamu pasif."

"Tapi paling nggak kita sudah saling mengerti, nggak ada yang komplain satu sama lain" jawabku. Bagiku, bagaimanapun kesamaan kami berdua, ia bisa melengkapiku entah untuk bagian mana.

Sekuat tenagaku aku pernah ingin menjadi berbeda dibanding ia, paling tidak dalam penilaiannya. Bukan aku kini yang seperti dia tetapi dalam versi cewek. Namun aku tak pernah bisa.

"Aku nggak perlu orang yang sama. Aku sudah lelah menjadi diriku dan aku tak perlu satu orang lagi yang sama denganku...sepanjang sisa umurku." jawabnya

Tapi kami masih sering bertemu meski dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya kami lebih banyak diam. Hanyut dalam kelungkrahan dan kejenuhan kehidupan kami. Lelah tentang pekerjaan, mimpi dan entah apalagi. Dia menghabiskan rokoknya dan aku menghirup asapnya. Satu-satunya simbiosis mutualisme dalam pertemanan kami selama ini. Kemudian dia akan mengakhiri pertemuan kami dengan senyum yang manis sekali...

(@Bandara Soekarno Hatta, gate B2).

Sunday, August 08, 2010

Random Act of Me...hari ini

Akhirnya aku terlelap setelah novel itu tamat terbaca. Bangun tidur dengan agak malas, tapi sesuatu yang beda telah terjadi.

Pernahkah kau sangat menyukai sebuah buku? Perasaan betapa buku tersebut "gue banget"? Yeah, aku sangat menyukai novel yang kubaca semalam sejak kubaca prolog-nya. Aku merasa linglung. Aku menangis tak terhingga di kamar mandi. Untung tangisku tersamarkan oleh suara kran pengisi air bak. Ibuku yang memasak makanan paling enak seduniapun tiba-tiba terasa hambar di mulutku. Lidahku kelu untuk sarapan.

Aku benar-benar sedang menyukai buku itu.  

Siangnya aku harus kembali ke Jakarta dengan Kereta Api Fajar Utama. Field breakku di kampung halaman selesai. Sesuatu bernama rutinitas pekerjaan memanggil. Agak gerah ketika membayangkan lusa aku harus kembali lagi ke Balikpapan. Menyapa Ramadhan pertama di offshore dan dengan jadwal kerjaku maka sudah kebayang akan mengumandangkan takbir Idul Fitri di sana. Dadaku sesak. Ini akan menjadi lebaran pertamaku di site...

Novel itu sengaja kubawa, buat teman perjalanan tadinya meski telah tamat terbaca. Kupikir bisa kubaca ulang pada bagian-bagian tertentu yang menyentuh kalbu (jiahh...!). Tapi ternyata aku tak sanggup lagi membacanya. Mataku malah kembali memerah. Untung aku duduk di dekat jendela. Pura-pura melihat pemandangan perjalanan Pekalongan-Jakarta, padahal mata sedang berkaca-kaca, sehingga tak perlu malu pada penumpang di sebelah.

Ah, aku memang bukan penikmat perjalanan. Tapi penikmat tidur di perjalanan. Malas ngobrol dengan siapapun yang duduk di sebelahku. Pernah suatu ketika obrolan asyik sudah ada, ujung-ujungnya kenalan baruku tersebut malah menawarkan asuransi atau malah jarigan MLM-nya. Atau coverku di-judge dengan "agak rendah" oleh penumpang di sebelahku maka aku akan berpura-pura menjadi buruh pabrik, pegawai rendahan, tukang jahit, pengangguran atau apa saja. Ha3x, tapi memang begitulah. "Mau ke Jakarta Mbak? Kerja apa di Jakarta?" Maka jawaban seperti..."lagi nganggur, nyari kerjaan,numpang saudara di daerah anu" jadi kalimat andalanku atau "ikut tetangga di kampung, njahit di usaha konveksinya di daerah anu". Lebih jelas, padat dan singkat daripada aku jujur dan akibatnya malah panjang. Pernah suatu ketika aku jujur kerja di sebuah perusahaan minyak. Malah si kenalan baruku tersebut balik nanya "minyak goreng, Mbak?" Whoaaaaaaaa, jadi panjang njelasinnya dan aku malassssssssssssssss dan apakah mereka percaya sama penjelasanku???!!! Ah, mending tidur! Beginilah nasib orang yang covernya kurus, kecil, kucel dan kumel...mau dipermak bagaimanapun tidak akan bisa menyembunyikan wujud aslinya! Wkwkkw

Tapi aku terlalu mencintai kereta api kelas ini...murah meriah dan "sangat Indonesia". Aqua-aqua...tahu-tahu...rujak-rujak...yang dingin-yang dingin...! Lagian juga aku alergi kalau naik kelas eksekutif, gak kuat dingin, yang ada aku bolak-balik kamar mandi. Mahal pula! Ha3x

Sampai di kost, terhenyak kaget melihat kasur anginku kempes gak karuan. Sialan! Tidur pakai apa nanti malam...??? Aku suka tidur di atas kasur angin! Parahnya supermarket terdekat yang tadinya menjual dua jenis kasur angin yaitu yang harganya mahal dan harganya murah ternyata hanya menyisakan yang berharga mahal. Mampus!

Kuambil laptop dan novel itu menyembul sedikit backpack-ku yang terbuka. Cinta tak pernah tepat waktu, begitu judulnya, karya Puthut EA.

Hah...sepertinya aku harus mencoba menghapus kata "seandainya" dari kamus hidupku. Dan seperti Puthut yang sempat tulis dalam novel itu "...mencoba memberi harga pada berbagai peristiwa, juga hal-hal yang sepintas dianggap tidak menyenangkan"

Aku benar-benar menyukai novel yang kubaca semalam.

(@Pule 126, Sedang terkapar lemas setelah mompa kasur itu dengan pompa tangan. Sebungkus nasi warteg yang tadi kumakan tiba-tiba tak berarti karena energi baru dibutuhkan kembali)