Friday, December 12, 2014

Menyusur Flores (Bag. 5) - Riung (Taman Nasional 17 Pulau)

"On the road your heart beats a different rhythm.
You gotta live to be alive.
So feel the rush that walks hand in hand with freedom 
you might be poor on gold but you are rich on life.
.....................
So now you’ve got your self defined
through all the changes in your mind.
And you’re ready to step back into the world you left behind
but when you go there you’ll always remember the time.
Yeah the time when you were a backpacker..."
(Backpacker Song - Kasper Raunholts)

-------------------------------------------------------------------------

17 November 2014,

Dari depan pasar Moni, kami mencegat bis ke Ende. Bis cukup penuh, tapi setidaknya kami masih dapat tempat duduk. Seperti biasa tiga carrier kami yang segede gaban akan diikat dan nangkring di atas bis. Perjalanan ke Ende mungkin akan menghabiskan waktu 1-2 jam. Sepertinya sang supir lagi ngirit aki, tak ada hingar musik, sepi. 

Riung adalah tujuan kami selanjutnya, tepatnya ke Taman Wisata  Laut 17 Pulau. Dari namanya saja sudah kedengaran cantik bombastis. Destinasi ini awalnya agak meragukan bisa kami kunjungi, mengingat kami berangkat dari Ende yang notabene ada di sisi selatan dan harus melakukan perjalanan ke daerah Riung yang terletak di bagian utara Flores.  Agak ragu dengan cukupnya waktu serta  transportasi ke sananya. Tapi kita coba saja, lagi-lagi berharap pada konspirasi alam semesta. 

Penumpang habis di terminal Ende. Kami lanjutkan naik angkot ke terminal Ndao dengan bonus kunjungan sebentar ke rumah tempat pengasingan Bung Karno di Ende. 

Perjalanan masih panjang menuju Riung. Dari terminal Ndao kami harus naik bis ke Mbai, ibukota kabupaten Nagekeo. Bis yang kami tumpangi bernama Favorit berwarna biru tua. Penumpang penuh bahkan berjejal di lorongnya. Jalanan dari Ende ke Mbai edan gila, sudah berkelak-kelok, rusak pula. Kami ditempa debu lalu disapu hujan. Sejauh ini, inilah perjalanan yang paling melelahkan raga dan jiwa. Lima jam, saudara-saudara!

Tapi guys, tahukah kalian bahwa kami lebih suka naik transportasi umum seperti ini. Nyaman sih enggak, tapi ngirit pastinya dan kami merasakan atmosfer Indonesia yang sebenarnya!

Kami tidak turun di terminal Mbai, melainkan ke dekat jembatan yang putus entah di daerah yang namanya apa. Kemudian jalan kaki menyeberangi jembatan yang sedang diperbaiki tadi, barulah nyegat bis lagi ke Riung. Sembari menunggu bis ke Riung, mari kita habiskan  waktu dengan sesuatu yang produktif, yaitu...


Sudah bosan jadi HES di mining, maka kakak ini beralih profesi
menjadi pengatur lalu lintas khususnya jika ada jembatan yang sedang diperbaiki ;p

Sekitar jam 4 sore kami berangkat ke Riung dengan menggunakan bis tigaperempat (atau orang-orang di sana menyebutnya dengan bemo). Bis ini bernama Karya Mandiri, seperti nama koperasi ya. Penumpang lengang. Musik full jedag-jedug. 

Pada mulanya praktis kami hanya menikmati pemandangan di kanan-kiri di sepanjang perjalanan ke Riung. Tanah yang gersang, pohon-pohon yang meranggas dan bukit-bukit dengan ilalang menguning bahkan terbakar. Tak ada interaksi kami dengan kru bis tersebut. Mana tampang mereka lumayan seram dan kelihatan cuek pula. Maaf...

Tapi entah bagaimana awalnya, akhirnya malah terjadi obrolan seru dengan mereka (supir, kenek dan beberapa penumpang). Semua bersuara dan heboh bercerita. Konon kata sang kondektur, kemarin mereka baru saja bawa tamu bule ke Riung. Satu orang cowok dengan dua orang cewek. Sekarang, mereka ketemu dengan kami, satu cowok dengan dua cewek. Nggak bule, nggak domestik...ternyata lagi musim cowok punya dua istri pikir mereka. Wkwk! Pengen ngakak guling-guling rasanya. Ya ya, aku dan Dame memang kawin kontrak sebelas hari dengan Ardyan dan akan segera bercerai di Labuan Bajo dalam beberapa hari lagi ;p

Obrolan seru ngalor ngidul nggak jelas, membuat kami lupa lelahnya perjalanan ke Riung. Dengan backsound musik dugem lalu tiba-tiba berganti ke lagu cengeng Dian Pisesha...di sini...setahun yang lalu...! Ancur...!!! 

Jangan menilai orang dari tampangnya, muka seram tapi hati baik dan ramah, hehe! Kru bis Karya Mandiri itu bahkan mengantarkan kami sampai ke depan pintu homestay Nirvana Bungalow, tempat kami menginap malam itu di Riung. Terima kasih, kakak semua :-)

Kami bertemu dengan Kak Adam, penjaga homestay. Yes, ternyata Om Dusratu (guide yang kami kenal di Maumere) beneran telah kontak Pak Rustam, pemilik homestay Nirvana bahwa kami akan datang malam ini. Kak Adam juga menyediakan kapal yang bisa kami sewa untuk keliling pulau-pulau di Riung. Sip dah!

Hah, capek! Sudah malam dan saatnya bermimpi. 
Tidur yang nyenyak, para pejalan...!

18 November 2014

Selamat pagi, Riung!

Kami menyambut  pagi di Riung dengan berita kenaikan BBM. Premium yang tadinya Rp. 6500/liter naik menjadi Rp. 8500/liter. Pentingkah? Pastilah, karena ini diprediksi akan cukup mengganggu stabilitas budget kami terutama jika berurusan dengan transportasi ;p

Setelah sarapan, kami langsung capcus ke pantai Riung. Kapal telah menunggu di sana. Hmm, sebenarnya aku bukan anak air, Ardyan malah anak gunung. Yang doyan air kan cuma Dame. Hahaha, ya sudah...demi persahabatan maka akan kami antarkan Kakak Dame menikmati dunia bawah airnya :-)

Kami berkeliling Taman Wisata Laut 17 Pulau dengan kapal yang dinahkodai Pak Rahmat dan Pak Udin sebagai guidenya. Tentu tidak semua pulau bisa kami singgahi karena keterbatasan waktu yang kami punya. Maka dipilihlah Pulau Kalong, Pulau Rutong dan Pulau Tiga. Itu lokasi favorit wisatawan katanya.  


Sebuah papan nama, lengkap dengan peraturan yang harus dipatuhi 

Mau berlayar kemana kakak? Ke hatimu...! 

Riung Underwater. (Courtesy of Dame Sianipar)

Riung Underwater. (Courtesy of Dame Sianipar)

Ayo naik Kakak! Jangan lupa hp-nya diamanken dulu ;p

Pulau Kalong 

Pemandangan dari Pulau Rutong
Masih dari Pulau Rutong lagi!

View dari Pulau Tiga

Riung, selesai kami mencumbu cantik alammu setengah hari ini. Tak salah kami memasukkan Riung dalam itinerary perjalanan ini, meski tak mudah mendatanginya. Dan seperti yang sudah tercantum dalam mukadimah TransFlores ini, bahwa setiap siang kami harus move on, maka sekarang saatnya meninggalkan Riung dengan segenap memori keindahannya. Bajawa telah menunggu, Inerie sudah memanggil ...


Kisah selanjutnya di Menyusur Flores (Bag. 6) - Bajawa

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Budget :
a. Bis Moni - Ende = Rp. 30.000/orang
b. Angkot Terminal Ende - Terminal Ndao = Rp. 50.000/3 orang
c. Bis Terminal Ndao - Mbai = Rp. 30.000/orang
d. Bis Mbai - Riung = Rp. 20.000/orang
e. Homestay Nirvana Bungalow = Rp. 200.000/kamar
f. Sewa Kapal = Rp. 350.000
g. Retribusi Wisata Laut 17 Pulau Riung = Rp. 2000/orang

3 comments:

  1. Haii.. ada kontak buat sewa kapal di riung ga? mau yaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. 081337106007 No HP Pak Rustam, pemilik Homestay Nirwana. Anak buahnya Pak Rustam as penjaga homestay bisa nyewain boat.

      Delete
  2. Haii.. ada kontak buat sewa kapal di riung ga? mau yaa

    ReplyDelete