Wednesday, December 10, 2014

Menyusur Flores (Bag. 2) - Larantuka

“...Kami anak tanah ini
Lahir dari gunung dan laut
Menetas dari batu dan kayu
Di atas tanah beramis magis....”

(penggalan puisi tentang Larantuka - Yoseph Laga Doni Herin)

--------------------------------------------------------------


15 November 2014.

Pagi di Larantuka adalah melihat matahari terbit di taman kota, berlatar belakang Pulau Adonara, sementara Gunung Ile Mandiri malu-malu keluar dari kabut yang menyelimutinya. Ini wajah kota Larantuka tanpa ramai peziarah seperti saat perayaan Paskah. 

Secangkir kopi flores (atau jangan-jangan kopi Tugu Buaya made in Jatim, haha!) serta jajan pasar adalah sarapan gratis yang disediakan hotel.  Pengganjal perut bekal nggelandang di jalanan Larantuka dengan dua motor yang akan kami sewa.

Kami memang tak punya tujuan jelas, tak banyak referensi tentang Larantuka. Banyak peziarah atau wisatawan yang datang ke Larantuka untuk menyaksikan atau mengikuti prosesi Semana Santa saat paskah. Kami bertiga berkunjung ke Larantuka pada bulan biasa. Tapi tak mengapa, yang penting jalan saja dan berhenti dimana kami suka. Selalu ada yang bisa dilihat dan dinikmati dalam setengah hari ini. Maka Ardyan Rossi dengan Dame di boncengan, serta Lena Pedrosa di motor satunya melaju di jalanan Larantuka yang terbilang sepi.

Saat itu, isu kenaikan BBM diberitakan akan terjadi dalam waktu dekat. Jangan harap bisa isi bensin motor di SPBU, kecuali mau antri sampai ubanan. Walhasil, motor ini harus minum bensin eceran yang dijual dengan harga selangit. Bensin sebesar botol minuman 1500 ml (dan hanya terisi tiga perempatnya) dijual seharga Rp. 13.000! Bengkak!

Kami motor-motoran menuju arah timur, mungkin akan melihat pantai. 

Pertama, kami berhenti di sebuah pantai berpasir putih dan berbatu. Entah pantai apa namanya. Ardyan memberinya nama Pantai Orakeri, embuh apa maksudnya, mungkin terinspirasi oleh sebuah bis di Maumere kemarin ;p


The Orakeri Beach ;p


Motor kita balik arahkan. Kali ini kami menepi di jalan raya dimana banyak pohon dengan nama latin Delonix regia a.k.a flamboyan berada. Sepertinya kami datang ke Flores pada saat yang tepat, peralihan musim kemarau ke musim penghujan, saat itulah bunga flamboyan bermekaran. Cantik sekali. 

Jalan raya di pantai timur Larantuka


Masih tentang pantai. Sekarang giliran pantai...lagi-lagi kami tak tahu namanya, tapi ada Pura di dekatnya. Jadi sebut saja namanya Pantai Pura ;p

Pantai Pura. Dan pohon itu sendirian....

Yang ini mungkin pantai paling terkenal di Larantuka. Namanya Pantai Weri, dan percayalah...ini nama asli ;-)

Pantai Weri

Puas menyusur pantai-pantai di bagian timur, kita kembali ke arah kota. Dan inilah, Taman Doa Dolorosa yang semalam kita kunjungi, tapi kali ini dalam keadaan yang benderang sekali. 


Taman Doa Mater Dolorosa

Taman Doa Mater Dolorosa

Menengok jam, masih memungkinkan untuk lanjut jalan-jalan. Mari terus ke barat saja. Entah ada apa di sana, mari kita nikmati saja surprise-nya. 


Pantai dengan view pulau-pulau di seberang. Ah, saya suka bingkai flamboyan-nya. 

Inilah flamboyan dalam close up, pohon legendaris yang oleh kalangan pencinta tanaman hias dikenal sebagai “tanaman terindah di dunia”. Jadi tolong abaikan saja penampakan yang sedang nangkring di atasnya

Pulau Waibalun. Ada patung Yesus Gembala di tengah pulau kecil itu!

Katedral Reinha Rosari Larantuka
Terik sekali, matahari tepat di atas kepala saat harus kami akhiri jalan-jalan di Larantuka ini. Saatnya berpindah ke kota selanjutnya. Dengan bis, kami akan kembali ke Maumere, kota yang sempat kami jejak sebentar kemarin. 

Sampai jumpa, Larantuka! 

Kisah selanjutnya di Menyusur Flores (Bag. 3) - Maumere

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Budget :

a. Bis Maumere - Larantuka = Rp. 60.000
b. Hotel Rullies = Rp. 120.000/1 org/kamar, Rp. 160.000/2 org/kamar, Rp. 200.000/3 org/kamar
c. Sewa motor (setengah hari) = Rp. 50.000 belum termasuk bensin

No comments:

Post a Comment