Imagination will take you everywhere..."
(Albert Einstein)
------------------------------------------------
5 Februari 2015
Sekitar jam 10.30 WIT lebih, pesawat Trigana Air yang kami tumpangi mendarat di Bandara Wamena. Inilah pintu gerbang menuju petualangan di lembah Baliem.
![]() |
Peta Lembah Baliem (sumber : www.indoglobaltours.com) |
Wamena merupakan sebuah distrik (otonomi khusus di Papua menjadikan istilah Distrik sebagai ganti Kecamatan) di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Papua yang juga sekaligus ibukota kabupaten tersebut. Wamena juga satu-satunya kota terbesar yang terletak di pegunungan tengah Papua. Kota ini berada di ketinggian 1600-an mdpl, terletak di lembah Baliem yang diapit oleh pegunungan Jayawijaya. Kata Wamena sendiri berasal dari bahasa suku Dani yang terdiri dari dua kata Wa dan Mena yang artinya adalah Babi Jinak.
Aku di Wamena, kakak! Serius ini! |
Sepi amat yak... |
Indah, temannya adiknya Dame, sudah menunggu di tempat kedatangan. Rencananya kami memang akan numpang tidur di rumahnya selama jalan-jalan di lembah Baliem. Indah kemudian menunjukkan kami tempat mengambil bagasi. Terus terang setelah turun dari pesawat aku agak bingung. Kenapa? Karena tak kulihat bangunan bandara yang selayaknya bandara. Yang kulihat adalah sebuah bangunan yang terbuat dari papan dan beratap seng dan...ah! Tapi benar, inilah bangunan Bandara Wamena! Lah...! Ternyata itu adalah bandara darurat yang dibangun setelah bangunan aslinya terbakar sekitar dua tahun lalu. Bangunan sementara yang kemudian menjadi sementahun...
Aku merasa seperti berada di sebuah dunia yang cukup asing. Penduduk berkulit hitam dan berambut keriting mendominasi tempat ini. Ini Papua, dan benar-benar Papua! Ya Tuhan, aku sampai juga di sini!
Aku merasa seperti berada di sebuah dunia yang cukup asing. Penduduk berkulit hitam dan berambut keriting mendominasi tempat ini. Ini Papua, dan benar-benar Papua! Ya Tuhan, aku sampai juga di sini!
Ini tempat pengambilan bagasi di Bandara Wamena |
Dame dan Indah sedang nungguin bagasi, antri di loket kayu ;p |
Bandara Wamena tampak depan. Orang-orang menuju tempat check in |
Rumah Indah tak begitu jauh dari bandara alias masih berada di tengah kota. Kami melewati jalanan yang lengang dan pertokoan yang nyaris tidak ada yang buka. "Ini hari libur khusus. Peringatan masuknya Injil ke Papua. Semua toko harus tutup dan baru boleh buka jam 5 sore nanti", terang Indah.
Indah sudah tinggal di Wamena selama lima tahun lebih sejak ditugaskan menjadi dokter gigi di Puskesmas Wamena. Dia bercerita, betapa mahalnya hidup di Jayawijaya. Bagaimana tidak mahal jika semua barang-barang harus didatangkan via udara karena tak ada jalan darat yang menghubungkan pusat ekonomi seperti Jayapura ke tempat ini. Ya, semua barang! Ketika kita protes harga BBM naik dari harga Rp 6000 ke Rp 7000 sekian per liternya, penduduk di sana sudah terbiasa dengan harga BBM sekitar 30.000/liter lebih! Saat kita sudah bertahun-tahun menikmati konversi minyak tanah ke gas, masyarakat di sana masih masak menggunakan minyak tanah seharga Rp. 25.000/liter. Hampir semua barang untuk seluruh kebutuhan berharga fantastis di sini! Aku hanya bisa ternganga! Ini masih Indonesia bukan? Indonesia yang telah merdeka nyaris 70 tahun lamanya. Sudah berganti pemerintahan berkali-kali. Tapi di sini, di pulau paling timur negeri ini...yang sumber daya alamnya telah dikeruk untuk kemakmuran bangsa...mereka masih merasakan semacam "ketidakadilan ekonomi" seperti ini? Hah!
Anyway, sesuai rencana di itinerary, besok seharusnya kami mulai trekking ke bagian selatan lembah Baliem tepatnya di Distrik Kurima dan sekitarnya selama 4 hari. Bagian selatan lembah Baliem kabarnya memiliki pemandangan yang paling keren. Maka segera setelah sampai Wamena, Dame menghubungi Ito "E", kenalan Dame pemilik travel agent khusus petualangan lembah Baliem yang akan membantu kami mendapatkan porter yang sekaligus berfungsi sebagai guide yang sudah pengalaman (dengan harga teman tentunya) serta meminjamkan peralatan camping serta masak-memasak selama perjalanan - begitulah janji si Ito beberapa waktu lalu ke Dame. Tapi ternyata si Ito malah sedang di Jayapura, lagi operasi gigi katanya dan kami diminta menghubungi istrinya saja di kantor travel agent, istrinya sudah tahu katanya dan semua sudah disiapkan sesuai rencana.
Indah sudah tinggal di Wamena selama lima tahun lebih sejak ditugaskan menjadi dokter gigi di Puskesmas Wamena. Dia bercerita, betapa mahalnya hidup di Jayawijaya. Bagaimana tidak mahal jika semua barang-barang harus didatangkan via udara karena tak ada jalan darat yang menghubungkan pusat ekonomi seperti Jayapura ke tempat ini. Ya, semua barang! Ketika kita protes harga BBM naik dari harga Rp 6000 ke Rp 7000 sekian per liternya, penduduk di sana sudah terbiasa dengan harga BBM sekitar 30.000/liter lebih! Saat kita sudah bertahun-tahun menikmati konversi minyak tanah ke gas, masyarakat di sana masih masak menggunakan minyak tanah seharga Rp. 25.000/liter. Hampir semua barang untuk seluruh kebutuhan berharga fantastis di sini! Aku hanya bisa ternganga! Ini masih Indonesia bukan? Indonesia yang telah merdeka nyaris 70 tahun lamanya. Sudah berganti pemerintahan berkali-kali. Tapi di sini, di pulau paling timur negeri ini...yang sumber daya alamnya telah dikeruk untuk kemakmuran bangsa...mereka masih merasakan semacam "ketidakadilan ekonomi" seperti ini? Hah!
Anyway, sesuai rencana di itinerary, besok seharusnya kami mulai trekking ke bagian selatan lembah Baliem tepatnya di Distrik Kurima dan sekitarnya selama 4 hari. Bagian selatan lembah Baliem kabarnya memiliki pemandangan yang paling keren. Maka segera setelah sampai Wamena, Dame menghubungi Ito "E", kenalan Dame pemilik travel agent khusus petualangan lembah Baliem yang akan membantu kami mendapatkan porter yang sekaligus berfungsi sebagai guide yang sudah pengalaman (dengan harga teman tentunya) serta meminjamkan peralatan camping serta masak-memasak selama perjalanan - begitulah janji si Ito beberapa waktu lalu ke Dame. Tapi ternyata si Ito malah sedang di Jayapura, lagi operasi gigi katanya dan kami diminta menghubungi istrinya saja di kantor travel agent, istrinya sudah tahu katanya dan semua sudah disiapkan sesuai rencana.
Kami datangi kantor travel agent si Ito yang untungnya letaknya nggak terlalu jauh juga dari rumah Indah. Tapi ternyata istrinya si Ito nggak ada di tempat, hanya ketemu keponakannya dan dia bilang nanti istri Ito bakal menghubungi Dame. Kami kembali ke rumah Indah, menunggu telepon dan kepastian. Agak was-was juga sih, jangan-jangan...ah sudahlah, singkirkan pikiran negatif! Lama menunggu, akhirnya Dame berinisiatif menghubungi istrinya Ito. Dan ternyata oh ternyata...dia sama sekali nggak tahu tentang rencana trekking kami, padahal si Ito bilang semua sudah disiapin! Hadeuh! Dame kemudian menghubungi si Ito, e si Ito malah ngasih nomor guide temannya. Piye iki, kok malah dilempar-lempar gini? Pengen protes rasanya, tapi ah sudahlah!. Dame lalu menghubungi guide referensi si Ito, tapi ternyata jadwal si guide-pun penuh. Nyari-nyari guide lain yang available juga nggak ada lagi. Hiks, aku tertunduk lesu. Bayangan indah tentang petualangan di lembah Baliem, pasang tenda di tengah alam raya di jantung Papua, memanjakan mata batin dengan pemandangan alam dan budaya, tiba-tiba kabur melayang nggak jelas entah kemana...
Aku nggak tahu harus bagaimana!
Papa Lion, suami Indah memberikan ide agar kami jalan saja sama Pak Musa, dia penduduk lokal Wamena yang sering bantu-bantu di rumah Indah. Pak Musa bisa menjadi teman jalan kami. Untuk tips seikhlasnya saja, asal rokok Pak Musa tetap terus menyala. Kami bisa mulai jalan pagi-pagi dan pulang sore hari, nggak perlu nginep di jalan. Hari berikutnya tinggal cari rute lain lagi. Ide yang cukup segar di tengah kebuntuan pikiran.
Yup, akhirnya kami putuskan besok trekking ke Distrik Kurulu, sebuah distrik yang terletak di lembah Baliem bagian utara, yang kebetulan merupakan kampung halaman Pak Musa.
Entah esok akan seperti apa, kami nggak tahu. Hanya berharap, semoga kami cukup beruntung di sini. Ah, bukankah pejalan melihat apa yang dia lihat? Jadi, dinikmati saja apapun yang terjadi selama tujuh hari ke depan di jantungnya Papua...Lembah Baliem!
Aku meringkuk kedinginan pada malam pertamaku di Wamena. Terngiang di telinga, sebuah lagu tentang Papua...
"Tanah Papua tanah yang kaya
surga kecil jatuh ke bumi
Seluas tanah sebanyak madu
adalah harta harapan
Tanah Papua tanah leluhur
Di sana aku lahir
Bersama angin bersama daun
Aku dibesarkan
Hitam kulit keriting rambut, aku Papua
Hitam kulit keriting rambut, aku Papua
Biar nanti langit terbelah, aku Papua..."
Aku meringkuk kedinginan pada malam pertamaku di Wamena. Terngiang di telinga, sebuah lagu tentang Papua...
"Tanah Papua tanah yang kaya
surga kecil jatuh ke bumi
Seluas tanah sebanyak madu
adalah harta harapan
Tanah Papua tanah leluhur
Di sana aku lahir
Bersama angin bersama daun
Aku dibesarkan
Hitam kulit keriting rambut, aku Papua
Hitam kulit keriting rambut, aku Papua
Biar nanti langit terbelah, aku Papua..."
Kisah selanjutnya di Menyapa Papua (Bag. 3) - Lembah Baliem Day-2
----------------------------------
Budget :
1. Pesawat Trigana Air Jayapura - Wamena = Rp. 700.000/orang