Monday, February 23, 2015

Menyapa Papua (Bag. 2) - Lembah Baliem Day-1 (Wamena)

"Logic will get you from A to B. 
Imagination will take you everywhere..."
(Albert Einstein)
------------------------------------------------

5 Februari 2015


Sekitar jam 10.30 WIT lebih, pesawat Trigana Air yang kami tumpangi mendarat di Bandara Wamena. Inilah pintu gerbang menuju petualangan di lembah Baliem.

Peta Lembah Baliem (sumber : www.indoglobaltours.com)

Wamena merupakan sebuah distrik (otonomi khusus di Papua menjadikan istilah Distrik sebagai ganti Kecamatan) di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Papua yang juga sekaligus ibukota kabupaten tersebut. Wamena juga satu-satunya kota terbesar yang terletak di pegunungan tengah Papua. Kota ini berada di ketinggian 1600-an mdpl, terletak di lembah Baliem yang diapit oleh pegunungan Jayawijaya.  Kata Wamena sendiri berasal dari bahasa suku Dani yang terdiri dari dua kata Wa dan Mena yang artinya adalah Babi Jinak. 


Sepi amat yak...

Indah, temannya adiknya Dame, sudah menunggu di tempat kedatangan. Rencananya kami memang akan numpang tidur di rumahnya selama jalan-jalan di lembah Baliem. Indah kemudian menunjukkan kami tempat mengambil bagasi. Terus terang setelah turun dari pesawat aku agak bingung. Kenapa? Karena tak kulihat bangunan bandara yang selayaknya bandara. Yang kulihat adalah sebuah bangunan yang terbuat dari papan dan beratap seng dan...ah! Tapi benar, inilah bangunan Bandara Wamena! Lah...! Ternyata itu adalah bandara darurat yang dibangun setelah bangunan aslinya terbakar sekitar dua tahun lalu. Bangunan sementara yang kemudian menjadi sementahun...

Aku merasa seperti berada di sebuah dunia yang cukup asing. Penduduk berkulit hitam dan berambut keriting mendominasi tempat ini. Ini Papua, dan benar-benar Papua! Ya Tuhan, aku sampai juga di sini!



Ini tempat pengambilan bagasi di Bandara Wamena 

Dame dan Indah sedang nungguin bagasi, antri di loket kayu ;p

Bandara Wamena tampak depan. Orang-orang menuju tempat check in

Rumah Indah tak begitu jauh dari bandara alias masih berada di tengah kota. Kami melewati jalanan yang lengang dan pertokoan yang nyaris tidak ada yang buka. "Ini hari libur khusus. Peringatan masuknya Injil ke Papua. Semua toko harus tutup dan baru boleh buka jam 5 sore nanti", terang Indah. 

Indah sudah tinggal di Wamena selama lima tahun lebih sejak ditugaskan menjadi dokter gigi di Puskesmas Wamena. Dia bercerita, betapa mahalnya hidup di Jayawijaya. Bagaimana tidak mahal jika semua barang-barang harus didatangkan via udara karena tak ada jalan darat yang menghubungkan pusat ekonomi seperti Jayapura ke tempat ini. Ya, semua barang! Ketika kita  protes harga BBM naik dari harga Rp 6000 ke Rp 7000 sekian per liternya, penduduk di sana sudah terbiasa dengan harga BBM sekitar 30.000/liter lebih! Saat kita sudah bertahun-tahun menikmati konversi minyak tanah ke gas, masyarakat di sana masih masak menggunakan minyak tanah seharga Rp. 25.000/liter. Hampir semua barang untuk seluruh kebutuhan berharga fantastis di sini! Aku hanya bisa ternganga! Ini masih Indonesia bukan? Indonesia yang telah merdeka nyaris 70 tahun lamanya. Sudah berganti pemerintahan berkali-kali. Tapi  di sini, di pulau paling timur negeri ini...yang sumber daya alamnya telah dikeruk untuk kemakmuran bangsa...mereka masih merasakan semacam "ketidakadilan ekonomi" seperti ini? Hah! 

Anyway, sesuai rencana di itinerary, besok seharusnya kami mulai trekking ke bagian selatan lembah Baliem tepatnya di Distrik Kurima dan sekitarnya selama 4 hari. Bagian selatan lembah Baliem kabarnya memiliki pemandangan yang paling keren. Maka segera setelah sampai Wamena, Dame menghubungi Ito "E", kenalan Dame pemilik travel agent khusus petualangan lembah Baliem yang akan membantu kami mendapatkan porter yang sekaligus berfungsi sebagai guide yang sudah pengalaman (dengan harga teman tentunya) serta meminjamkan peralatan camping serta masak-memasak selama perjalanan - begitulah janji si Ito beberapa waktu lalu ke Dame. Tapi ternyata si Ito malah sedang di Jayapura, lagi operasi gigi katanya dan kami diminta menghubungi istrinya saja di kantor travel agent, istrinya sudah tahu katanya dan semua sudah disiapkan sesuai rencana. 

Kami datangi kantor travel agent si Ito yang untungnya letaknya nggak terlalu jauh juga dari rumah Indah. Tapi ternyata istrinya si Ito nggak ada di tempat, hanya ketemu keponakannya dan dia bilang nanti istri Ito bakal menghubungi Dame. Kami kembali ke rumah Indah, menunggu telepon dan kepastian. Agak was-was juga sih, jangan-jangan...ah sudahlah, singkirkan pikiran negatif! Lama menunggu, akhirnya Dame berinisiatif menghubungi istrinya Ito. Dan ternyata oh ternyata...dia sama sekali nggak tahu tentang rencana trekking kami, padahal si Ito bilang semua sudah disiapin! Hadeuh! Dame kemudian menghubungi si Ito, e si Ito malah ngasih nomor guide temannya. Piye iki, kok malah dilempar-lempar gini? Pengen protes rasanya, tapi ah sudahlah!. Dame lalu menghubungi guide referensi si Ito, tapi ternyata jadwal si guide-pun penuh. Nyari-nyari guide lain yang available juga nggak ada lagi. Hiks, aku tertunduk lesu. Bayangan indah tentang petualangan di lembah Baliem, pasang tenda di tengah alam raya di jantung Papua, memanjakan mata batin dengan pemandangan alam dan budaya, tiba-tiba kabur melayang nggak jelas entah kemana...

Aku nggak tahu harus bagaimana!

Papa Lion, suami Indah memberikan ide agar kami jalan saja sama Pak Musa, dia penduduk lokal Wamena yang sering bantu-bantu di rumah Indah. Pak Musa bisa menjadi teman jalan kami. Untuk tips seikhlasnya saja, asal rokok Pak Musa tetap terus menyala. Kami bisa mulai jalan pagi-pagi dan pulang sore hari, nggak perlu nginep di jalan. Hari berikutnya tinggal cari rute lain lagi. Ide yang cukup segar di tengah kebuntuan pikiran. 

Yup, akhirnya kami putuskan besok trekking ke Distrik Kurulu, sebuah distrik yang terletak di lembah Baliem bagian utara, yang kebetulan merupakan kampung halaman Pak Musa. 

Entah esok akan seperti apa, kami nggak tahu. Hanya berharap, semoga kami cukup beruntung di sini. Ah, bukankah pejalan melihat apa yang dia lihat? Jadi, dinikmati saja apapun yang terjadi selama tujuh hari ke depan di jantungnya Papua...Lembah Baliem!

Aku meringkuk kedinginan pada malam pertamaku di Wamena. Terngiang di telinga, sebuah lagu tentang Papua...

"Tanah Papua tanah yang kaya
 surga kecil jatuh ke bumi
 Seluas tanah sebanyak madu
 adalah harta harapan

 Tanah Papua tanah leluhur
 Di sana aku lahir
 Bersama angin bersama daun
 Aku dibesarkan

 Hitam kulit keriting rambut, aku Papua
 Hitam kulit keriting rambut, aku Papua
 Biar nanti langit terbelah, aku Papua..."


----------------------------------
Budget :
1. Pesawat Trigana Air Jayapura - Wamena = Rp. 700.000/orang

Sunday, February 22, 2015

Menyapa Papua (Bag. 1) - Sebuah Awal

"I want to continue being crazy; living my life the way I dream it, and not the way the other people want it to be..."
(Paulo Coelho)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lembah Baliem Papua, satu mimpi lagi...

Rencana ngetrip ke Lembah Baliem sempat aku, Kakak Dame dan Kakak Ardyan bahas pada ujung perjalanan kami di Flores NTT bulan November 2014 lalu. Bahkan kami sudah menyiapkan rencana nggembel ke sana sekitar Februari 2015 nanti, sesuai jadwal off  tentunya. Tapi alam berkehendak lain. Pada akhirnya hanya aku dan Dame yang dipastikan bakal meng-eksekusi trip itu karena Ardyan diterima PPDS dan bersiap balik ke kampus lagi. Well, selamat kembali ke dunia nyata, teman! Jangan galak-galak ya kalau dah jadi dokter spesialis anestesi ;p


Lembah Baliem dalam Peta Papua (sumber : www.indonesiad.com)

Papua bukanlah destinasi murah. Tapi menjejakkan kaki di Papua, pulau di ujung timur Indonesia adalah sebuah mimpi yang harus menjadi nyata. Lembah Baliem adalah jantungnya Papua, dan akan kami jelajahi Papua untuk pertama tepat di jantungnya! Tapi mundurnya Ardyan menjadikan budget perjalanan ke Papua menjadi bengkak luar biasa. Intinya, tadinya biaya bisa dibagi 3 kepala, kini hanya ditanggung 2 orang saja. Hitung-hitungan secara kasar sesuai itinerary yang telah kami buat, perjalanan ke Wamena/Lembah Baliem dengan rencana trekking ke pedalamannya, serta bonus Jayapura dan Merauke bakal menghabiskan sekitar 15 juta-an lebih per orang! Bisa beli motor satu itu mah, sisa malah. Yach, anggap saja ini adalah perjalanan edisi nasionalisme!

Untuk membagi cost menjadi setidaknya lebih entengan dikit, maka kami gencarkan upaya bujuk rayu ke semua orang agar mau ikutan trip ini. Tapi sekali lagi ternyata destinasi yang kami tawarkan bukanlah tujuan favorit mereka. Tujuan utama kami adalah Lembah Baliem yang notabene kurang terkenal jika dibandingkan dengan Raja Ampat di Papua Barat yang memang bisa dibilang destinasi numero uno-nya Papua dan tentu saja menarik minat para pejalan. Banyak yang menganggap ini trip gila, aneh dan nggak biasa. Atau...dengan budget yang segitu besarnya maka kebanyakan orang lebih memilih liburan ke luar negeri. Hohoho! Kami sempat ngiklanin ke berbagai website atau forum jalan-jalan. Responnya dikit banget. Ada yang tertarik pengen join tapi kayak nggak niat, ada yang cuma PHP, atau yang hanya minta Itinerary. Hah! 

Kakak Dame dengan cerdasnya memutar otak agar budget ke Papua bisa diminimalkan. Dia hubungi semua kenalan, teman, temannya teman, saudaranya teman, temannya saudara, eda, ito, tulang, nangmboru, opung, pokoknya semualah yang tinggal di Wamena, Jayapura dan Merauke yang bisa menyediakan tempat berteduh selama di sana. Lumayanlah  bisa meng-cut biaya hotel. Lebih mantap lagi karena ada kenalannya Dame yang punya travel agent spesialis pedalaman Papua yang dengan sukarela menawarkan bantuan dan harga teman untuk trekking ke Lembah Baliem. Sip dah, kakak! 

4 Februari 2015

Terminal 2F Bandara Soekarno - Hatta Jakarta menjadi meeting point kami. Berbekal mantengin website tiap hari, maka tiket promo Garuda akan membawa kami dari Jakarta ke Jayapura tengah malam nanti. Oke Papua, nantikan kedatangan kami....para pejalan absurd yang kini tinggal tersisa dua ;p. Berangcut kakak...!!! 


Perjalanan udara dari Jakarta ke Jayapura akan memakan waktu sekitar 5 jam. Penerbangan malam yang praktis minus pemandangan indah yang bisa dilihat lewat jendela. Maka kubunuh waktu dengan tidur saja.

5 Februari 2015

Aku terbangun saat pramugari sibuk membagikan sarapan. Hari telah nyaris terang. Mungkin saat ini aku sudah berada di atas pulau Papua. View yang kemungkinan adalah danau Sentani bisa kulihat jelas dari jendela pesawat. Kunikmati lekuk indahnya dari atas sana sebelum pesawat ini mendarat. 


Sekitar jam 07.20 an, kami mendarat di bandara Sentani Jayapura. Papua, ini aku...!!! Tanpa bermaksud lebay, tapi ingin kuteriakkan kalimat itu saat kaki ini menjejak aspal bandara. Ah, maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan, Lena!

Nemu sticker ginian di Bandara Sentani ;p

Kami transit dulu beberapa saat di Bandara Sentani. Mungkin baru jam 10-an pesawat Trigana Air akan membawa kami ke Wamena, Ibukota Kabupaten Jayawijaya. Kakak Dame nongkrong dengan nyaman di sebuah lounge sementara kartu kredit gembelku gak laku di sana, haha! Maka aku hanya bisa bengong berteman sebuah buku di ruang tunggu. 

Wamena sudah terbayang di depan mata. Dan sebuah petualangan demi pemenuhan mimpi, siap dimulai kembali...