Friday, September 11, 2015

Hanya Sebuah Cerita...

Ketika ENGKAU sudah memberi banyak, bahkan lebih dari yang kuharapkan. Lalu apalagi yang patut kuminta? 

Jumat, 4 September 2015 jam 05.30 pagi...
Suara Iqamah mengantarkan Ayah dan Ibuku keluar dari rumah, memasuki mobil lalu berangkat ke Pendopo Kabupaten untuk berkumpul bersama rombongan calon haji se-Kabupaten Pekalongan. 

Air mataku nyaris jatuh...

Pernahkah aku membayangkan ini? Melihat kedua orangtuaku berangkat haji mungkin cuma mimpi bagi seorang Lena kecil, dulu. Meski itu selalu terucap dalam doa-doaku. Tapi aku cukup sadar diri, siapa aku dan siapa kami. 

Kami bukan keluarga berada, pun bukan dari trah atau klan keluarga kaya. Kami biasa. Aku sempat merasakan tinggal di rumah berlantai tanah dan berdinding rumah dari bambu. Masih terngiang jelas di otakku betapa rumah kami sering dimasuki ular saat aku kecil dulu, ular tersebut masuk rumah lewat celah "galur" (Galur adalah kayu yang dipasang di atas umpak, sebagai dasar untuk meletakkan dinding bambu - sehingga dinding tersebut tidak langsung bersentuhan dengan tanah). Galur juga sering menjadi trip hazard saat Lena kecil berlari-lari keluar melewati pintu dan tersandung. Suatu hari, sambil membawa gelas untuk membeli dawet yang lewat di depan rumah, aku tersandung galur, gelas pecah dan pecahan gelas tersebut mengenai kelilingking kiriku. Bekas bentuk jari kelingking yang pernah terluka sobek cukup dalam itu masih ada hingga sekarang. 

Suatu saat Ayahku pernah membawa beberapa buah tegel ke rumah, ditaruh di boncengan belakang sepedanya. Aku mengira bahwa rumah kami akan ditegel dan tidak berlantai tanah lagi. Tapi ternyata tegel yang dibeli tadi bukan untuk menutup lantai, melainkan hanya sebagai pengganjal perabot rumah agar tidak langsung kontak dengan tanah. Aku menangis sejadinya! 

Aku tak pernah bermimpi untuk bisa punya mobil. Saat kecil aku hanya ingin Ayahku bisa membeli sebuah becak. Becak yang mampu memuat kami berempat yaitu Ayah, Ibu, aku serta adikku. Ya, Ayahku yang akan menggenjotnya dan membawa kami jalan-jalan ke kota. Ah, keluargaku memang pecinta jalan-jalan. Meski hidup kami pas-pasan, Ayah dan Ibuku sering membawa kami piknik. Jika sudah bosan piknik di kota sendiri, maka kami akan naik kereta api KRD ke Semarang dan berwisata di sana. Di antara hidup yang seadanya, aku masih punya banyak sisi bahagia :-)

Banyak kenangan yang masih nyata di depan mata, tak pernah samar...

Dengan latar belakang seperti itu, lalu apa yang bisa kuimpikan? Aku tak pernah bermimpi muluk. Mimpi-mimpi sederhana saja...

Tuhan sudah ngasih aku banyak, terlalu banyak bahkan di luar impianku, lalu apalagi yang patut kuminta? Aku bahkan tak bisa berkata apa-apa selain syukur yang tak terhingga...

Tuhan, semoga orang tuaku bisa bahagia. Tolong lancarkan dan mudahkan perjalanan sucinya hingga kembali ke tanah air tercinta. Amin. 

(Suatu pagi di sebuah barge tengah laut, yang berkabut)


No comments:

Post a Comment