Friday, October 02, 2015

Mangente Maluku (Bag. 4) - Senja Sunyi di Pulau Osi

"Well, I walked out this evening
Stood out in front of my house
To see the daylight leaving
My eyes pointed south.
I felt like I was dreaming
I'd never seen the sky so red
Gave me the strangest feeling
And a voice inside me said,
All my life I've been chasing setting suns
See me running up the hill when the evening comes
They get further away the faster I run
I'm getting old and tired of chassing setting suns..."

(Setting Suns - Passenger)
------------------------------------------------------------------------

25 Agustus 2015

Travel dari Desa Sawai yang kami naiki turun di pangkalan travel dekat Terminal Binaiya Masohi di Pulau Seram. Makan siang sebentar sambil mencari informasi bagaimana caranya pergi ke Piru di Seram barat sana. 

Berjalan ke terminal untuk mencari angkutan jurusan Piru sesuai informasi yang kami dapatkan. Kami langsung ternganga dengan harga yang dibilang oleh bapak sopirnya. Harga yang harus dibayar dari Masohi ke Piru adalah 90 ribu katanya. Busyet, mahal sekali bahkan harganya sama dengan travel yang tadi sudah nawarin ke kami. Dengan harga yang sama, kami akhirnya  memilih menggunakan travel saja, setidaknya lebih nyaman.

Kami balik lagi ke pangkalan travel yang hari itu ramai sekali. Sopir travelnya bilang bahwa travel tersebut tidak bisa mengantarkan sampai Piru melainkan hanya sampai di Waipirit saja karena daerah Piru sudah di luar daerah jajahannya. Ya sudahlah, berarti nanti harus nyambung dengan transportasi lanjutan. Selain aku dan Kakak Dame, ada tiga lagi penumpang lagi yang seperjalanan dengan kami. 

Dalam perjalanan, sambil memperhatikan jalan, Kakak Dame tiba-tiba nyeletuk kalau sepertinya jalan yang dilewati ini adalah jalan yang sama yang telah kita lintasi dari Sawai. Ternyata benar, kami lewati ulang jalan itu! Aih, tahu gini kan kami nggak perlu turun sampai Terminal Binaiya di Masohi, tapi di pertigaan (penduduk lokal menyebutnya sebagai Pertigaan Pusat Desa Waepia) lalu tinggal menunggu travel arah Piru yang lewat. Tapi sudahlah, namanya juga nggak tahu.  Perjalanan di Kepulauan Maluku ini terlalu banyak surprise karena sudah keluar jalur dari itinerary awal. 

Penumpang seperjalanan kami adalah dua orang ibu dan satu orang gadis muda. Ibu yang satu membawa bayi yang masih berumur beberapa bulan, satu lagi membawa anak kecil berusia tiga tahunan mungkin. Dengan logat bicara ala Maluku (yang cepet banget kalau ngomong dan membuat kami kelabakan mencernanya). Seru juga menyimak obrolan mereka sambil sesekali nimbrung. 

Perjalanan ini rasanya jauh sekali. Nyaris dari pagi kami sudah meluncur dari Sawai di Seram Utara, kini kami masih di dalam travel menuju Seram Barat dimana Pulau Osi berada. Ya, Pulau Osi adalah tujuan kami saat ini. 

Pulau Osi terletak di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dan terlepas dari Pulau Seram itu sendiri. Osi adalah pulau kecil tepatnya tiga buah pulau karang kecil yang satu dengan lainnya dihubungkan dengan jembatan. Pasti susah ditemukan di peta, bahkan bisa saja tak muncul di dalamnya. Tak ada destinasi ini dalam itinerary awal kami, bahkan tahu tentang pulau inipun enggak! Kami tahu keberadaan pulau ini dari Jeanny, seorang pejalan asal Perancis yang kami kenal di Pantai Ngurbloat Kepulauan Kei Maluku Tenggara beberapa hari yang lalu. Kami memilih Pulau Osi untuk mengisi luangnya waktu setelah memangkas perjalanan Sawai yang rencana awalnya dua malam tapi kita potong sehari. Di brosur wisata dari Dinas Pariwisata Maluku, nama pulau ini juga tercantum sebagai destinasi wisata meskipun tak dilengkapi foto untuk menggambarkan rupanya. Sekali  lagi, kami memang tak berekspetasi tinggi terhadap pulau ini.

Letak Pulau Osi 

Tiga penumpang (selain aku dan Kakak Dame) turun di daerah Wailai, dari sana mereka akan naik speed boat ke Pulau Haruku di Kepulauan Lease. Sementara kami berdua masih lanjut sampai ke Waipirit. Mari duduk manis lagi, menikmati pemandangan baru di kanan kiri.

Kami turun di dekat Pelabuhan Ferry Waipirit dan melanjutkan dengan angkutan umum ke Piru, Ibukota Kabupaten Seram Bagian Barat. Perjalanan dari Waipirit ke Piru ternyata juga masih Masya Allah jauhnya (pantesan biaya angkotnya juga cukup mahal). Untungnya kami dapat sopir angkot yang membuat perjalanan itu menjadi tak membosankan. Sopir bernama Pak Nov bercerita banyak tentang Piru, sejarah kota itu dan perkembangannya hingga sekarang.  Hingga sampailah terlihat  sebuah gerbang dengan pilar yang megah sekali di depan! Gerbang selamat datang di Kota Piru.

Piru juga bukan tujuan akhir dari perjalanan ini. Dari Terminal Piru kami harus menyambung transportasi dengan ojek untuk bisa sampai ke Pulau Osi. Dua ojek, untukku dan Dame. Melintasi jalan yang berliku serta naik turun. Tapi pemandangan sepanjang jalannya cukup memukau. Cantik. Dari ketinggian kita bisa melihat birunya Teluk Piru dan melewati bukit-bukit berwarna hijau kekuningan saat musim kemarau begini.

Akhirnya, sampailah kami di gerbang Pulau Osi. Gerbang dengan tulisan "Welcome to P. Osi" dengan sebuah pos dan areal parkir yang cukup untuk beberapa mobil. Hanya kendaraan roda dua saja yang bisa masuk melewati jetty kayu yang cukup sempit untuk masuk ke pulau.

Motor yang kami tumpangi melintas jetty kayu yang membelah tanaman mangrove di kanan dan kiri jalan. Kami sampai di pulau kecil pertama yang dipenuhi oleh pohon kelapa dan sepertinya tak ada penduduk yang tinggal di sini. Kami melaju lagi, melewati jembatan kayu ke pulau karang berikutnya. Di pulau karang kedua ini, ada dua buah resort di atas air yang lokasinya cukup berjauhan. Hmm, berapa harga per malamnya ya? Haha, kami kan sudah pesan ke tukang ojek ini untuk diturunkan di penginapan yang murah saja.


Welcome to Pulau Osi

Pemandangan mangrove menuju Pulau Osi

Jembatan yang menguhubungkan

Nyiur melambai

Sebuah resort di Pulau Osi

Kami berhenti di ujung pulau terakhir, di temapt ini banyak penduduk yang mendiami. Rata-rata bermata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk yang tinggal di Pulau Osi ini juga bukan orang asli Maluku melainkan perantauan dari Buton Sulawesi yang sudah tinggal di pulau itu secara turun-temurun.

Di ujung kampung, terdapat sebuah jetty kayu yang panjang sekali seperti tak berujung. Kami bertemu dengan Pak Amo yang merupakan penjaga sebuah penginapan. Penginapan tak bernama, sebut saja pemiliknya adalah Pak Guru Ali. Bangunannya sederhana, terbuat dari kayu dan terletak di atas air. Di sanalah kami akan bermalam.

Perut lapar tak terkira, cuz sajalah kita menuju rumahnya Pak Amo yang kebetulan juga sekaligus menyediakan makanan. Oh ya, ada satu makanan yang tak boleh dilewatkan jika kita berada di Pulau Osi. Nama makanan nya Suami. Suami? Iya, Suami! Makanan khas masyarakat Buton sebenarnya dan tetap dilestarikan oleh penduduk Pulau Osi yang keturunan sana. Terbuat dari singkong yang diperas kemudian dikukus dalam bentuk kerucut. Teksturnya mirip bolu kukus menurutku tapi rasa singkong. Akhirnya, setelah penantian panjang itu...aku bisa punya suami juga, bahkan lebih dari satu jika mau, tanpa perlu KUA atau penghulu, hahaha!


This is it...Makanan yang Bernama Suami

Sore menjelang dan Pulau Osi tampak sangat istimewa. Senjanya luar biasa! Kami duduk-duduk di jetty kayu nan panjang itu. Menyaksikan matahari tenggelam dan langit yang perlahan berwarna kemerahan. Ya, cukup beri daku senja, maka aku bahagia.


Surut menggayut di Pulau Osi

Senja di belakang penginapan

Menunggu langit keemasan

Menuju malam di Pulau Osi

Tak hanya aku dan Kakak Dame yang menginap di penginapan Pak Guru Ali. Malam ini, ada satu keluarga datang dari Kota Ambon yaitu Pak Hery dan dua anaknya yaitu Ati dan Dita serta adiknya Pak Hery bernama Ibu Ati. Tujuan awal mereka adalah ke Pantai Ora tapi karena perjalanan dari Ambon ke Ora sangat jauh akhirnya mereka memilih untuk singgah di Pulau Osi. Hmm, Pantai Ora memang membuat penasaran banyak orang (termasuk kami). Padahal ketika kami datangi kemarin ya...gitu aja! Haha!

Air tampak mulai naik di sekitaran penginapan yang memang berada di atas air. Kecipaknya terdengar beradu dengan alunan musik sayup-sayup dari kejauhan. Sepertinya sedang ada pesta di kampung sana. 

Ini malamku di Pulau Osi. Masih setengah tak percaya, kenapa semesta membawa kami hingga ke sini.

26 Agustus 2015

Selamat pagi, Pulau Osi! Air lau yang biru, tampak pasang dan jernih sekali. Biru, langitmu juga biru.

Ngapain kami pagi ini? Aku bercerai dengan Kakak Dame, hehe! Kakak Dame dan keluarga Pak Hery sharing biaya boat ke Pulau Marsegu yang terletak di depan Pulau Osi untuk snorkelingan di sana. Karena tahu bahwa aku hanya akan manyun di kapal saja dan tak tertarik menikmati dunia bawah air, maka aku memilih jalan-jalan saja di kampung. Melihat pagi di Pulau Osi dan aktivitas warga dengan atmosfer khas lautnya.

Pagiku yang tenang di sebuah pulau kecil di bagian Maluku. Menyaksikan kebersahajaan kehidupan warga. Nelayan berlabuh, ikan-ikan dijemur, anak-anak pergi sekolah. 

Itu penginapan kami

Ikannya dibersihkan dulu

Dapat Ma, tapi kecil-kecil....;p

Menjemur ikan

Di sudut kampung

Mari berlayar, kawan!

Di ujung jetty itu

Oh ya, dapat bocoran dari Kakak Dame yang snorkelingan dan sempat mengeksplore Pulau Marsegu nih. Underwaternya keren abis, Sawai kalah jauh dah! Di Marsegu bahkan Kakak Dame bisa menemukan nemo, lion fish dan lobster dengan mudah. Karang-karangnya juga relatif masih terjaga. Ada bagian pulau yang bagian bawahnya membentuk semacam dinding (wall) sehingga bagi yang suka menyelam maka pesona bawah air Pulau Marsegu dan sekitarnya bakalan memukau. Dan satu lagi, tempat ini tentu belum mainstream. Saking belum mainstreamnya, maka segala peralatan snorkeling (dan juga penyelaman) harus kita bawa dan siapkan sendiri karena tidak ada yang menyewakan peralatan tesebut di Pulau Marsegu ataupun di Osi.

Di Pulau Marsegu juga sebenarnya sudah dibangun sebuah penginapan, tapi belum difungsikan. Namun, jarak dari Pulau Marsegu dari Pulau Osi tak begitu jauh, sehingga sangat terjangkau meskipun jika pengunjung tinggal di Pulau Osi yang cenderung sudah memiliki fasilitas penginapan yang cukup memadai bahkan resort yang cukup wah. Itu baru tentang Pulau Marsegu. Aku ingat percakapan kami semalam dengan penduduk lokal tentang pulau-pulau di sekitar Pulau Osi ini. Banyak potensi wisata yang tersembunyi dan belum dikembangkan di daerah ini. Aku yakin, kelak tempat ini dan sekitarnya akan membahana gaungnya di dunia pariwisata.


Bangunan Sekolah Dasar di Pulau Osi

Masjid di Pulau Osi

Menjemur Ikan di antara Panel Tenaga Surya dan Tangki Air

Mangrove yang bertumbuh

Waktu kami tak banyak untuk berlama-lama di Osi. Sekitar jam 10 pagi, kami dan keluarga Pak Hery check out dari penginapan. Lumayan, kami bisa numpang mobil mereka sampai ke Pelabuhan Ferry Waipirit. Terimakasih banyak untuk Pak Hery dan keluarga :-)

Kami tinggalkan Pulau Osi. Destinasi dadakan yang kami datangi tanpa ekspektasi. Tapi jujur saja, aku lebih suka Pulau Osi dibanding Sawai dengan Pantai Ora-nya. Pulau Osi yang unik dan sunyi, yang aku yakin masih menyimpan banyak potensi keindahan dan tentu saja dengan senja yang tak terlupakan.

Dan entahlah, kami belum tahu akan berlabuh di mana setelah ini...

Cerita selanjutnya di Mangente Maluku (Bag. 5) - Bertemu Keluarga Baru di Negeri Waai

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Budget :
1. Travel Masohi - Kairatu (Waipirit) = Rp. 90.000,-/orang
2. Angkot Waipirit - Piru = Rp. 35.000,-/orang
3. Ojek Piru - Pulau Osi = Rp. 40.000,-/ojek
4. Penginapan Pak Guru Ali di Pulau Osi = Rp. 150.000,- /kamar/malam
5. Ojek dari penginapan ke Gerbang Pulau Osi = Rp. 15.000,-/ojek

7 comments:

  1. Anonymous9:55 AM

    halo lena.. saya titik. boleh minta info no.contact homestay di pulau osi?
    terima kasih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Titik,
      Coba hubungi Pak Amo 081247263826

      Delete
  2. Anonymous10:36 AM

    terima kasih

    ReplyDelete
  3. wooow indahnya dan keren banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, Mbak Tira!

      Jika sempat nonton film Salawaku (yg sejak minggu kmrn maen di bioskop), keindahan pulau ini sempat terekam di bbrp adegannya.
      Krn syuting film tsb mmg di Osi, Piru dan bbrp pulau lainnya di sekitar Seram Bagian Barat.

      Delete
  4. Coba deh cek harga via priceza.co.id biar dapat tiket murah. Hihi

    Jadi pengen ke sana... Terutama pulau Osi. Semoga suatu saat potensi wisata makin berkembang, tapi jangan sampai rusak. Edukasi pada para pelancong, plissss...jangan kotori pulau Osi yg belum sempat saya kunjungiiii...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, mbak Artha Amelia. Salam kenal.
      Ayo, buruan ke Osi mbak :-)

      Delete