Saturday, February 20, 2016

Ngelamang di Sumbawa (Bag. 6): Mengenang Maluk

"I walked across an empty land
I knew the pathway like the back of my hand
I felt the earth beneath my feet
Sat by river and it made me complete
Oh simple thing where have you gone?
I'm getting old and I need something to rely on
So tell me when you're gonna let me in
I'm getting tired and I need somewhere to begin..."
(Keane - Somewhere Only We Know)


---------------------------------------------------------------------------------------

11 Januari 2016

Ternyata kami tepar!

Seharusnya pagi ini aku dan Yuli sudah janjian dengan Komeng untuk jalan-jalan ke Air Terjun Agal. Tapi apa daya, totalitas perjalanan dua hari kemarin cukup membuatku dan Yuli menyerah capek. Kami malas bangun, kepala Yuli juga pusing. Haha! Apalagi perjalanan ke air terjun Agal bukan trip yang gampang. Air terjun itu terletak di Alas di Kabupaten Sumbawa, bukan lagi Sumbawa Barat. Dari Poto Tano masih ke timur lagi. Untuk sampai air terjun itu bahkan harus trekking sekitar 1- 2 jam dari desa terdekat. Whaladalah, gempor-gempor dah! Ya sudah, kita lanjut bobok saja kalau begitu. Tapi sebelumnya, kami kirim pesan singkat ke Komeng untuk menunda perjalanan ke Agal sampai besok saja. Komengpun setuju. 

Tapi aku dan Yuli nggak betah lama berleha-leha. Siangnya kami motor-motoran lagi. Lho kok? Tapi yang dekat-dekat saja, ke Maluk.

Pantai Maluk adalah tujuan kami siang ini. Banyak kenangan berserak di tempat ini yang ingin kutelusur lagi. Dulu waktu masih kerja di Sumbawa, aku tinggal di mess perusahaan (kos-kosan yang dijadikan mess) di daerah Maluk ini. Jarak mess yang cukup dekat dengan Pantai Maluk, menjadikanku sering menghabiskan sore di sana. Itu dulu, saat aku masih mencintai laut...

Maka kini kuarahkan motor ini ke sana, ke Pantai Maluk. Lagi-lagi samar kuingat jalanan ini, aroma pantai dan pasirnya. Inikah pantai itu, tempat dimana aku kerap menunggu senja delapan tahun lalu? Ia tetap indah meski agak berubah. Dulu banyak gazebo dan belum ada beton-beton penyangga yang dipasang di tepi pantai untuk menghalau ombak saat laut pasang.

Aku rindu menjejakkan kaki di pasir putihnya
Maluk yang biru, sebiru Januari...

Siang ini adalah milik Pantai Maluk dengan segenap nostalgia, sepuasnya! Sambil menyantap ikan bakar dan Sepat (makanan khas Sumbawa) yang rasanya asem-asem seger, endesslah pokoknya!

Makan siang dulu, kakak!


Kami geber lagi motor menelusuri jalan kecil menuju sisi bukit dan berharap mendapatkan view pantai yang berbeda. Tapi ternyata nggak ada karena jembatan di atas sungai yang tembus ke laut itu putus. Oke, kita cari jalan lain lagi.

Di tengah panas terik, kami balik ke jalan besar Maluk lalu masuk gang yang masih berupa jalan tanah berbatu. Jalan ini juga akan tembus ke Supersuck. Keren ya namanya? Para peselancar memberi nama ombak di tempat itu sebagai supersuck.

Only coming through in waves

Sisi lain Pantai Maluk

Tapi jalan menuju Supersuck itu bener-bener suck! Jalan tanah bergelombang berbatu, nanjak ataupun turun nggak karuan yang bisa bikin roda motor ini selip jika salah pilih jalur sedikit saja. Tapi akhirnya dengan selamat sentosa kami sampai juga di Supersuck hotel. Yuli bilang, ada cafe kecil di hotel itu. Sudah terbayang di depan mata dan tenggorokan, minum es jeruk atau coca cola dingin di siang hari yang panasnya ampun-ampunan ini.

Kami berdua masuk. Tapi kok hotelnya sepi ya. Kami clingak-clinguk mengamati sekitar. Dan tiba-tiba, terdengar  suara gonggongan anjing yang super keras mengagetkan kami. E...kawannya datang lagi, gonggongan anjing bertambah dan bersahut-sahutan sambil menyeringai dengan tatapan buas. Mampus gue! Lariii...!!! Untungnya di tengah kondisi yang mencekam tadi, kami diselamatkan oleh suara mbak-mbak penjaga hotel yang memanggil nama anjing-anjing tadi sehingga mereka bisa diam. Alhamdulillah....! Mbak-mbak penjaga bilang pada kami agar jangan lari. Waduh mbak, gimana nggak panik coba? Nyaris copot jantungku tadi, seumur-umur baru kali ini dikejar anjing, wkwkw!

Tapi es jeruk atau coca cola dingin sebagai obat penenang setelah dikejar-kejar anjing nyatanya tak bisa kami nikmati di tempat ini. Hotel dan cafe-nya tutup karena sedang direnovasi dan baru buka lagi sekitar bulan April nanti. Walah! Maka dengan gontai, kami melangkah menuju sebuah bangku panjang di tepi pantai yang terkenal akan ombak supersuck-nya ini. Botol minumku tinggal setengah terisi dan kami habiskan berdua. Hah, atur nafas dulu...

Sepi, nggak ada anjing ;p

Setelah cukup puas melihat laut biru dan supersuck dari kejauhan, pelan kami langkahkan kaki keluar dari area hotel.  Bismillah, jangan sampai dikejar anjing lagi! Haha! Kami pulang dan meninggalkan Maluk di belakang.

Eh, mampir ke warung plecing kangkungnya Mbak Marni yang legend itu dulu ah! Kangen! Sambil membawa motor, sayup terngiang kalimat indah dari penyair Aan Mansyur : "Masa lalu tidak pernah hilang. Ia ada tetapi tidak tahu jalan pulang. Untuk itu ia menitipkan surat-kadang kepada sesuatu yang tidak bisa kita duga. Kita menyebutnya kenangan."  Ya, Maluk tetap akan kukenang, ia menjadi bagian yang tak lekang. Demikian pula dengan plecing kangkung berbumbu tomat, cabe, kacang serta teman-temannya ini, hmm...istimewa!  

This is it, the one and only Plecing Kangkung

Kisah selanjutnya di Ngelamang di Sumbawa (Bag. 7): Agal & Bungin, Here We Come!


---------------------------------------------------------

Monday, February 15, 2016

Ngelamang di Sumbawa (Bag. 5): Satu Lagi, Aik Banyu!

"When you're on a holiday, You can't find the words to say
All the things that come to you, And I wanna feel it too
Oh an island in the sun, We'll be playing and having fun
And it makes me feel so fine, I can't control my brain
We'll run away together
We'll spend time forever
We'll never feel bad anymore..."
(Weezer - Island In The Sun)

-----------------------------------------------------------------------------------

10 Januari 2016

Terlalu pagi untuk menyelesaikan perjalanan ini, maka ada satu destinasi lagi. Kami akan menuju Air Terjun Aik Banyu yang terletak di Desa Lamuntet Kecamatan Brang Rea Sumbawa Barat. Kata mbah google maps, jaraknya kurang lebih 49 km jika dimulai dari Pelabuhan Poto Tano ini. Formasi belum berubah, masih ada kami berenam yaitu aku, Yuli, Wiwin, Irwan, Komeng dan Mauliddin. Ayo kita motor-motoran lagi!

Dari Taliwang, kami mengambil arah ke timur, mendaki gunung, lewati lembah. Pokoknya jauhlah! Si Komeng yang tahu tempatnya, kami cuma followernya, dan percaya saja bahwa perjalanan ini nggak akan mengecewakan. Awas ya, jika nanti air terjunnya nggak seindah foto-fotomu itu, haha!


Awas ada geng motor lewat ;p

Minggir-minggir, geng motor lewat lagi!

Kami sampai juga di Kecamatan Brang Rea. Melewati jalanan desa yang sebagian sudah bagus, sebagian lagi belum. Bahkan beberapa kali motor ini harus menyeberangi beberapa aliran sungai kecil. Tapi akhirnya kami menyerah ketika harus menyeberangi sebuah sungai yang cukup besar sebelum sampai ke air terjun yang kami tuju. Arusnya cukup deras untuk dilewati motor dan kedalaman airnya nyaris mencapai lututku. Akhirnya kami memutuskan untuk memarkir motor di dataran yang cukup lapang di pinggiran sungai saja, lalu jalan kaki menuju air terjun itu.

"Air terjunnya sudah dekat, nggak sampai lima menit sudah sampai kok" kata Komeng sambil menyeberang sungai. 

Serius cuma lima menit? Kok suara gemuruhnya belum kedengeran? Aduh, mana setelah nyebrang sungai ternyata jalannya agak menanjak dan cukup licin.. Lima menit dari hongkong? Wkwk! Tapi bukankah keindahan memang kerap tersembunyi dan selalu layak diperjuangkan di setiap jengkal menuju arahnya? Aih!

Maka di antara rimbunan pohon tinggi, air terjun itu mulai kelihatan. Air terjun Aik Banyu ini bukan tipikal air terjun tinggi yang membuat kita ternganga dan kepala mendongak saking dahsyatnya. Tapi dalam kesederhananaan tampilan minimalisnya serta desau airnya, ia bisa menjadi suara alam yang cukup merdu. 

Tak ada retribusi apapun untuk masuk ke kawasan air terjun ini. Terdapat beberapa baruga atau gazebo untuk tempat istirahat atau sekedar leyeh-leyeh. Kulihat beberapa motor pengunjung lain terparkir di sini (khusus untuk mereka yang punya nyali membawa motor menerjang derasnya air sungai di belakang tadi). Eh iya, habis camping dari Kenawa masih bau iler semua kan, ayo mandi sana!



Sudah basah semua, saatnya pulang! Membungkus Aik Banyu dalam petualangan terakhir kita berenam hari ini. Kami berpisah di sebuah pertigaan jalan. Komeng dan Mauliddin pulang ke arah Seteluk. Sedangkan aku, Yuli, Wiwin dan Irwan pulang kembali ke Benete. Terima kasih semuanya, telah menjadi teman perjalanan yang seru. Aku teringat sebuah sebuah quote keren bahwa life was meant for good friends and great adventures! Dan bersama kalian, Sumbawa Barat benar-benar menjadi istimewa!

Indonesia itu indah, jangan cuma di rumah, My trip....maemunah! Haha, jadi ingat para host sebuah acara jalan-jalan yang mengucapkan kalimat sakti itu berkali-kali dalam setiap scene-nya. Lalu apakah trip Sumbawa ini sudah berakhir? Tentu saja belum, kakak! Masih ada hari, masih banyak cerita!

Cerita selanjutnya di Ngelamang di Sumbawa (Bag. 6): Mengenang Maluk

Wednesday, February 10, 2016

Ngelamang di Sumbawa (Bag. 4): Bersama Savana Kenawa

"I had a dream so big and loud
I jumped so high I touched the clouds
I stretched my hands out to the sky
We danced with monsters through the night
I'm never gonna look back, I'm never gonna give it up
No, please don't wake me now
This is gonna be the best day of my life...."
(American Authors - The Best Day of My Life)

--------------------------------------------------------------------

9 Januari 2016

Desa Mantar kami tinggalkan, dengan segenap kenangan meski hanya secuil waktu yang kami habiskan. Kembali ke Puskesmas Seteluk, bersiap dengan perjalanan lanjutan. Hari masih siang. Formasi tetap berenam. Packing ini itu, lalu kita konvoi menggunakan tiga motor, Wiwin dengan Yuli, Mauliddin dengan Komeng, serta aku dan Irwan. Kami siap melaju di jalanan Seteluk-Poto Tano sepanjang sekitar kurang lebih 20 kilometer, menuju gugusan pulau-pulau kecil di seberang Pelabuhan Poto Tano - Sumbawa Barat.

Yup, kami akan camping di Pulau Kenawa, sebuah pulau kecil yang lagi ngehitz banget di dunia persilatan. Tapi pulau-pulau di dekat pelabuhan Poto Tano tak cuma Kenawa, konon terdapat 14 buah pulau, berharap kami bisa menyambangi beberapa di antaranya.

Sesampai di dekat pelabuhan, kami belanja kebutuhan camping terlebih dulu. Kami memang hanya camping semalam, tapi serasa shopping untuk kebutuhan hidup seminggu, wkwk! Roti, mie, kopi, snack, minuman dan teman-temannya tumpah ruah ke dalam empat tas kresek berwarna putih itu.

Kapal yang akan membawa kami berlayar ke pulau-pulau sudah diatur oleh Komeng. Kami titipkan motor dulu di rumah Bang Ami, si pemilik kapal.

Lautan tenang, langit agak mendung sedikit, kami akan menuju Pulau Paserang sebagai destinasi awal. Mari kawan, kita segera berlayar!


Pelabuhan Poto Tano
Foto Keluarga dulu
Letak pulau-pulau kecil di Poto Tano. Sumber: sumbawabaratkab.go.id


Kapal merapat di sebuah jetty kayu di pinggir pantai berpasir putih. Inilah Pulau Paserang, pulau kecil dengan bukit  hijau memanjang dengan jalur berupa tangga semen permanen menuju puncak bukitnya. Tampak pula beberapa bungalow cantik tak jauh dari pinggir pantainya. Woi, Udin Mauliddin, jangan langsung tidur kau! Jauh-jauh ke pulau hanya untuk pindah tidur? Hadeuh...! 

Yup, pulau ini bener-bener sepi. Praktis hanya ada kami berenam dan tiga orang bapak yang tampaknya sedang memperbaiki bungalow. Komeng sempet minta izin terlebih dahulu kepada seorang bapak (yang sepertinya owner dari bungalow-bungalow tersebut), izin untuk sekedar jalan dan foto-foto sebentar di pulau ini. 



Hijau kami sepanjang hari
Kami hanya berlima. Satu orang lagi sedang tidur entah dimana
 
Seluas mata memandang di Paserang...


Selesai dari Paserang, kapal kembali bergerak. Kali ini menuju sebuah pulau tak jauh dari Paserang, namanya Pulau Kambing. Hmm, kambing? Iya, tapi jangan berharap kita bisa menemukan kambing di sana meski terdapat rerumputan hijau di atasnya. Ini pulau karang, cukup terjal. Sepertinya kita bahkan harus menaiki karang-karang tersebut jika hendak menginjak pulau ini. 

 
Tak ada kambing di Pulau Kambing ;p

Hari kian sore. Pasti indah menikmati senja di atas bukit Pulau Kenawa. Jadi mari segera ke sana. Kapal  melaju lagi. Dalam perjalanan di kapal, Bang Ami bilang bahwa besok akan digelar hajatan pesta laut. Kami bakal dijemput pagi di Kenawa dan bisa mengikuti pesta laut dengan kapal ini. Yeaay, cucok sudah! 

Kami tiba di dermaga kayu Pulau Kenawa. Dermaga baru sepertinya, tampak dari struktur kayunya yang masih cling. Kami turun satu persatu bersama gembolan ransel dan tentengan berkresek-kresek bertuliskan Alfamart. Kami datang pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan, sehingga Kenawa menyambut kami dengan padang savana berwarna hijau kekuningan. 

Berbeda dengan Paserang yang masih sepi, maka Kenawa sabtu sore ini adalah pulau yang dipenuhi dengan orang! Tak ada lagi slogan "hanya ada aku, alam dan Tuhan".  Tentu saja kondisi ini cukup wajar. Kenawa sudah sedemikian terkenalnya. Apalagi acara jalan-jalan My Trip Maemunah (hahaha!) sempat meliputnya beberapa bulan lalu sebagai tempat merayakan dua tahun kejayaan acara TV tersebut. 

Pulau ini sudah jamak sebagai tempat camping terutama saat hari libur. Terdapat fasilitas toilet meski tidak diperkenankan untuk mandi karena terbatasnya air. Ya, tidak ada sumber air di sini sehingga air harus didatangkan dari daratan Sumbawa. Stan pedagang juga berjejer, menyediakan kebutuhan minum, makanan ringan bahkan ikan. Tapi amat disayangkan bahwa potensi wisata sekeren ini belum dikelola dengan baik. Tak kulihat ada bak/tempat sampah di pulau ini. Maka dengan gampangnya orang membuang sampah sembarangan. Memang tak ada retribusi atau tiket khusus untuk berwisata di tempat ini. Seandainya pun ada, pasti kamipun tak keberatan. Dana retribusi dari wisatawan bisa digunakan untuk menata tempat ini menjadi lebih bagus dan lebih terawat kebersihannya. 

Okay, meskipun ramai setidaknya masih banyak tempat untuk mendirikan tenda di tengah padang rumputnya, jauh dari tenda yang lain yang banyak berdiri di tepian pantainya. Kami segera memasukkan seluruh barang ke dalam tenda karena sudah tak tahan lagi untuk segera jalan-jalan di pulau ini serta mendaki bukitnya yang terletak di sisi utara.


'Coz there is a path on every mountain :-)
Sedang terkesima dengan pemandangan sekitar


Formasi lengkap lagi

Dari atas bukit, pemandangan sekitar tampak lebih ajib. Padang savana nan luas, pulau-pulau di seberang serta lautan dengan gradasi warnanya. Tapi mendung agak menggayut. Senja tak begitu sempurna di ufuk barat. Tak apalah. Toh harapan kami sederhana saja, semoga tak ada hujan nanti malam. 

Di permulaan malam, kami belum di sambut hujan tapi angin cukup besar menyapu depan tenda kami yang menghadap ke timur. Walhasil kami pindahkan matras ke belakang tenda sehingga kami bisa bersantai makan malam tanpa diganggu angin yang tak lagi berkategori sepoi ini. Eh, Bang Ami dkk datang mbawain terpal, terpal baru pula. Makasih :-)


Menunggu senja di Kenawa
Mari kita berbincang, tentang apa saja...

Semua anteng kalau lagi makan

Dan hujanpun akhirnya turun, tiba-tiba deras. Kami beringsut ke tenda masing-masing. Jiaah! Gagal sudah impian kami camping berlatar taburan gemintang di langit yang tinggi dan amat banyak menghias angkasa.

Tapi hujan tak lama, ia kemudian berhenti, lalu hujan lagi berselang-seling. Tenda mungil yang diisi aku, Yuli dan Wiwin ini tiba-tiba rasanya gerah dan bikin nggak bisa tidur. Aneh! Biasanya kan dingin. Hmm, camping di gunung ternyata beda suasana dengan camping di laut gini, hehe! Nggak kuat dengan gerahnya, aku dan Yuli keluar dari tenda, menyisakan Wiwin yang tampaknya sudah terlelap sempurna. 

Di luar tenda, sudah ada si Komeng dan Mauliddin yang asyik ngobrol. Jadilah kami tambah ngobrol ngalor ngidul sampai jam satu dinihari. 

Saat kantuk tiba, maka lebih mudah memejamkan mata. Selamat istirahat, teman-teman. Jangan ngorok ya, hahaha! 

10 Januari 2016

Hoammm! Gara-gara telat tidur semalam, bener-bener masih ngantuk nggak ketulungan. Setengah males rasanya keluar tenda demi menikmati matahari terbit di ujung dermaga. Tapi ini adalah pagi di Kenawa, yang sayang dilewatkan begitu saja. 

Langit pagi Kenawa
Good morning, good people :-)

Pop mie tak begitu nendang untuk sarapan pagi. Tapi adakah yang bisa menampik kenikmatan menyeruput kopi, berlatar langit biru, padang rumput serta siluet Rinjani dari kejauhan? Ah, ternyata aku sudah mulai ngelantur sepagi ini, hehe! 

Nungguin air yang nggak mateng-mateng ;p
Tapi background indah itu menjadi agak-agak absurd saat menoleh ke sebelah kanan, sekitar dua puluh meter dari tenda kami. Ada pemotretan model sejak kemarin. Dua mbak-mbak bergonta ganti kostum dan gaya, lengkap dengan fotografer serta asistennya. Dari gaya centil, elegan sampai bergaya ala-ala pendaki gunung (lengkap dengan carrier, trekking pole dan topi rimbanya). Aih...! Untuk Komeng, Irwan dan Mauliddin, jangan ngiler ya melihat pemandangan indah di depan. Wkwk!

Tapi kami harus packing lagi. Mengemas tenda dan perlengkapan lenongnya kembali. Bekal camping masih banyak tersisa, gara-gara nafsu belanja kemarin yang menggelora, wkwk! 

Kapal menjemput sekitar jam 08.30 pagi. Telah kami ambil foto dari setiap sisi indahmu, telah kami bawa pulang sampah kami. Saatnya meninggalkan Kenawa, tetap hijau, semoga tetap lestari!

Kapal beranjak pergi menuju ke Pulau Kalong. Satu lagi pulau yang bertebaran di Poto Tano ini. Dari jauh, pulau terliht lebih besar bila dibanding Kenawa.

Kapal semakin mendekati Pulau Kalong. Kami, para penumpang ini bersiap turun dari kapal satu-persatu. Tapi ada satu insiden kecil terjadi yang pasti sakit bagi yang merasakannya tapi malah membuat semua orang yang melihatnya tertawa. Sepertinya Wiwin sangat antusias dan tak sabar segera turun dari kapal. Saking semangatnya, kakinya sampai kesrimpet (kesrimpet apa ya Win waktu itu?), pokoknya kesrimpet sesuatu di haluan kapal sehingga dia sampai terjun bebas ala salto ke air! Eh, katanya sih itu semacam tarian penyambutan ala Pulau Kalong, hahaha! Di-iya-in aja dah, wkwk! 

Satu sudut di Pulau Kalong
Abis salto, masih bisa foto-foto ;p

Pulau Kalong ini juga masih sepi dari wisatawan. Ke depannya, pulau ini bisa menjadi alternatif untuk camping jika Pulau Kenawa sudah semakin ramai seperti cendol, hehe! Kami hanya sebentar saja di pulau ini. Meski sebenarnya bakalan seru jika bisa jalan-jalan mengelilingi pulau ini dari ujung ke ujung. Dan bukitnya....ah, sumpah nyolot banget tuh bukit pengen didaki, hehe! Keren banget pastinya pemandangan dari atas sana. 

Komeng mengambil alih peran sebagai nahkoda saat bertolak dari Pulau Kalong. Dengan bambu panjang dan semangat pelaut ala nenek moyangnya ia kerahkan segenap jiwa raga untuk memanuver kapal berbalik arah keluar dari pulau. Kelihatan cukup sukses dan tinggal dibiasakan, hehe!

Kami pulang kembali ke Pelabuhan Poto Tano. Satu lagi keseruan dan kebersamaan yang telah kami lewati. Dan soal pesta laut yang kabarnya akan dilakukan pagi itu, sepertinya masih nggak jelas kapan akan dimulai. Pelabuhan masih sepi-sepi saja, belum ada suara tabuhan genderang, kapal-kapal juga belum berhias.

Waktu semakin beranjak siang, sementara kami masih punya satu destinasi lagi yang ingin kami datangi. Ya sudah, kami pamit dulu pada Poto Tano dan pada pulau-pulau kecil berpasir putih serta berumput hijau di seberang sana...

My trip...! Maemunah...!!!

Kisah selanjutnya di Ngelamang di Sumbawa (Bag. 5): Satu Lagi, Aik Banyu!

---------------------------------------------------------------------------

Budget :
1. Sewa kapal (mengelilingi pulau-pulau, PP) = Rp. 600.000;-