Friday, June 22, 2018

Mempertanyakan Keselamatan Transportasi Perairan

Berita tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun yang terjadi di Danau Toba Sumatra Utara pada tanggal 18 Juni 2018 menorehkan duka di tengah kegembiraan seusai merayakan Idul Fitri. Diperkirakan ratusan penumpang menjadi korban dan masih dalam proses pencarian. Tak jelas berapa jumlahnya secara pasti mengingat tidak ada manifest atau daftar nama penumpang kapal. Diduga, kapal tersebut tenggelam karena kelebihan muatan serta cuaca buruk.

Sebelumnya, tanggal 13 Juni 2018, KM Arista yang memuat 43 orang, tenggelam di perairan Makassar Sulawesi Selatan juga tenggelam dan mengakibatkan 15 penumpang meninggal dunia. Penyalahgunaan peruntukan kapal yang seharusnya bukan untuk penumpang disebut oleh Ketua KNKT sebagai salah satu penyebab kecelakaan. 

Masih di tanggal 13 Juni 2018, KM Albert berpenumpang 30 orang karam di Sungai Kong Sumatra Selatan, 2 orang ditemukan meninggal. Penyebab kecelakaan ini ditengarai karena faktor kondisi cuaca buruk serta gelombang tinggi.

Tiga kecelakaan kapal terjadi dalam kurun waktu kurang dari seminggu. Al Fatihah untuk seluruh korban dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. 

Tim SAR Gabungan sedang melakukan pencarian korban KM Sinar Bangun di Danau Toba
(Sumber: jawapos.com)

Seperti apa perhatian bagi keselamatan transportasi perairan (laut, sungai dan danau serta penyebarangan) di negeri ini? Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang dihubungkan oleh lautan yang luasnya bahkan melebihi luas daratannya, belum lagi perairan yang ada di dalam pulau-pulaunya, rasanya ironis sekali melihat keadaan yang ada. Padahal transportasi perairan merupakan sarana yang sangat vital untuk menunjang kesatuan nasional, kegiatan pembangunan, pergerakan ekonomi juga sektor pariwisata. 

Kecelakaan demi kecelakaan pada angkutan perairan terus terjadi. Fakta di lapangan kerap menyebutkan faktor jumlah penumpang yang melebihi kapasitas kapal, berlayar saat cuaca buruk, tidak tersedianya peralatan keselamatan yang memadai serta kondisi kapal yang tidak laik pakai menjadi kontributor penyebab kecelakaan. Lagi dan lagi, fakta yang klasik dan jamak dalam angkutan perairan di Indonesia. Kita seperti tidak pernah belajar dari masa lalu.

Tenggelamnya kapal adalah salah satu bahaya di perairan. Jika kita berada di atas kapal maka kita akan berisiko untuk cidera atau bahkan meninggal jika kapal tenggelam. Apakah risiko bisa dicegah? Terlepas dari takdir Tuhan, saya percaya bahwa kecelakaan dapat kita hindari dengan melakukan tindakan pengendalian terhadap bahaya dan memastikan seluruh safeguard ada dan berfungsi dengan baik. Itulah bentuk ikhtiar kita sebagai hamba Tuhan. 

Kepatuhan terhadap peraturan tentang keselamatan kapal, sistem pengawasan dari pihak terkait yang berjalan dengan baik, inspeksi kelaikan kapal, kesadaran dari pemilik dan pengelola kapal tentang persyaratan keselamatan, edukasi terhadap penumpang tentang keselamatan, alat-alat keselamatan, penggunaannya serta tempat penyimpanannya juga tentang prosedur keadaan darurat, adalah contoh-contoh safeguard yang seharusnya dapat dilakukan untuk mencegah korban berjatuhan. 

Apakah statistik insiden di perairan yang telah terjadi selama ini tidak pernah dikaji oleh para pemangku kebijakan? Atau apakah kita tak cukup memiliki regulasi keselamatan? Saya yakin hal itu telah dianalisa dan ditindaklanjuti tetapi tindakan perbaikan dan pencegahannya tidak dimonitor dengan baik sehingga programnya tidak sustain dan tidak berkelanjutan. Setelah terjadi insiden semua pihak sibuk berbenah, namun seiring berlalunya waktu maka menjadi kendor lagi. 

Indonesia juga tak kekurangan regulasi keselamatan perairan, baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Instruksi yang dikeluarkan oleh Dirjen terkait. Pelaksanaan regulasi serta pengawasan terhadap pelaksanaanya yang harus dipastikan. Tak kalah pentingnya adalah edukasi terhadap masyarakat tentang keselamatan di perairan. Menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak nekad naik kapal yang sudah dalam keadaan penuh serta kesadaran untuk menggunakan life jacket atau jaket pelampung, bukanlah perkara yang juga mudah. 

Tidak menutup mata bahwa biaya untuk keselamatan itu mahal. Menyediakan kapal yang mememenuhi standar keselamatan  itu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Menolak penumpang yang hendak naik kapal yang telah melebihi kapasitas ataupun tidak menjalankan kapal saat cuaca buruk itu butuh komitmen alih-alih karena alasan ekonomi. Menyediakan SDM yang kompeten untuk pengawasan dan inspeksi standar keselamatan kapal juga perlu dana. Intinya adalah perlu komitmen besar untuk program keselamatan oleh seluruh pihak terkait. Tapi semua itu tak ada apa-apanya dibanding harga sebuah nyawa yang menjadi korban karena lalai terhadap faktor keselamatan atau bahkan pembiaran.

Saya melihat "kondisi ideal" dimana keselamatan transportasi perairan menjadi prioritas adalah saat saya berangkat kerja menggunakan kapal menuju lokasi kerja di lepas pantai seperti rig (anjungan pemboran), barge ataupun platform. Sebelum naik kapal, nama kami didata untuk manifest penumpang lalu dilakukan safety briefing yang diantaranya berisi cara menggunakan jaket pelampung, tempat penyimpanannya serta prosedur jika terjadi keadaan darurat di kapal. Kapal yang digunakan juga telah dipastikan memenuhi standar keselamatan dan perijinan yang disyaratkan. 

Tapi sayang, "kondisi ideal" di atas tadi tidak dijumpai pada seluruh angkutan perairan yang digunakan masyarakat umum. Hal yang basic dalam keselamatan seperti ketersediaan jaket pelampung misalnya, sering terabaikan. 

Saking ragunya terhadap fasilitas keselamatan di kapal-kapal umum, terus terang saya sering membawa pelampung sendiri saat bepergian ke daerah-daerah yang ada kegiatan naik kapalnya. Saya khawatir tidak tersedia life jacket di dalam kapal. Mungkin tersedia tetapi jumlahnya terbatas ataupun tidak layak pakai, atau bisa juga pelampung-pelampung tersebut ditempatkan di lokasi yang susah dijangkau. Tak apalah mengorbankan sedikit ruang di ransel untuk menyelipkan pelampung Tipe III saat berangkat jalan-jalan. Saya membawa jaket pelampung sendiri sewaktu berlayar menggunakan kapal kayu selama 12 jam mengarungi Samuda Hindia dari Padang ke Kepulauan Mentawai, saat backpackeran ke Kepulauan Maluku serta saat backpackeran menyusuri Sungai Mahakam hingga ke dekat perbatasan Malaysia di Kalimantan Timur. Saya yang harus bertanggung jawab atas keselamatan diri saya sendiri. Toh akhirnya saya merasakan perjalanan yang lebih nyaman.

Mengutip Instruksi Dirjen Hubla bertanggal 3 Januari 2017  (Instruksi ini dikeluarkan setelah kejadian kapal Zahro Express terbakar saat berlayar menuju Kepulauan Seribu hingga menewaskan 23 orang penumpang pada tahun 2017 silam) tentang Kewajiban Nakhoda dalam Penanganan Penumpang Selama Pelayaran adalah sebagai berikut :
  1. Kesesuaian antara jumlah penumpang dalam manifest dengan jumlah penumpang yang ada di atas kapal yang memiliki tiket;
  2. Awak kapal harus melakukan pengenalan penggunaan baju pelampung;
  3. Awak kapal menunjukkan jalan keluar daurat (emergency escape) dan tempat berkumpul (muster station) serta perintah penyelematan diri kepada penumpang kapal;
  4. Awak kapal menunjukkan tempat-tempat penyimpanan alat keselamatan kapal dan pengoperasiannya;
  5. Keberangkatan kapal tradisional yang memuat penumpang wajib memakai jaket penolong khusus kapal penumpang yang melayani Kepulauan Seribu, Danau Toba, Lombok, Padang Bai, Tarakan, Kepulaan Riau, Palembang, Ternate, Manado dan atau daerah yang menggunakan kapal penumpang tradisional.
Sekali lagi, kita tidak kekurangan regulasi (jika ada satu dua hal yang luput, seharusnya tinggal disempurnakan). Tapi pelaksanaan regulasi, pengawasannya serta sanksi terhadap pelanggaran yang harus dipastikan agar pelaksanaan sistem keselamatan dapat terjamin dan berkelanjutan. Bukan hanya tindakan reaktif sesaat setelah terjadi insiden.

Memang diperlukan komitmen dan usaha yang tidak mudah dan sebentar, tapi kalau tidak mulai ditegaskan dari sekarang mau kapan lagi? Sudah terlalu banyak nyawa yang menjadi korban. Transportasi perairan kita memang butuh pembenahan besar-besaran. 

50 comments:

  1. Jemima Anastacia1:19 PM

    Sepintar-pintarnya kita berenang, kalau sudah keceburdi laut seberapa lama sih kita bisa bertahan dan menunggu hingga pertolongan datang. Pemakaian life jacket itu penting demi keselamatan!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju banget, seratus persen, kakak!

      Delete
    2. Seperti yang telah dikabarkan sebelum hari raya Fitri kemaren ada KM yang tenggelam,

      makannya kalau naik kapal jangan di luat atau sungai di jamin pasti selamat walau kapal terguling..betul nggak ?

      Delete
    3. Ya ya. Apalagi kalau kapal-kapalan kertas atau kapal-kapalan yg di baskom itu yak... ;p

      Delete
  2. Kadang pas naik kapal ferry, aku juga mikir ngeri ya kalo ini tenggelam sementara aku nggak ngeliat ada jaket keselamatan di dalem kapal.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saia kadang juga ngerasa gitu. Nah, biasanya segera setelah naik kapal (jenis apapun) yang saya cari pertama kali adalah "di mana letak atau penyimpanan life jaket di dalam kapal". Plong rasanya kalau udah tau. Setelah itu bisa duduk atau bahkan tidur dengan nyaman dalam kapal, hehe!

      Delete
  3. Ini bukan cuma masalah perusahaan penyedia jasa perkapalan, namun juga masalah masyarakat secara umum. Kalau setiap orang penumpang kapal pengangkut (semacam yang di Danau Toba) harus pakai pelampung, kira-kira berapa orang yang mau ya? Terus, terkait dengan biaya pengadaan pelampung. Apa pada mau mengeluarkan uang lebih untuk tiket guna memastikan fasilitas keamaman berfungsi penuh?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dunia transportasi perairan Indonesia butuh pembenahan besar-besaran dari semua pihak, baik pemerintah, pengusaha/pengelola kapal dan juga masyarakat sebagai pengguna.

      KM Sinar Bangun di Danau Toba gimana gak oleng, lha wong kapasitasnya kabarnya 40-an orang tp kok ngangkut sampe 200-an orang bahkan ada 20 motor. Kok orang2nya mau ya desek2an di kapal, Cuaca buruk pula. Klwpun ada pelampung, jumlah yg tersedia pasti gak sampe 200-an Krn kapasitasnya kan cuma 40-an. Itu kenapa pihak otoritas pelabuhan juga ngasih "go" untuk kapal tersebut berlayar? Dari situ aja udah kelihatan banyak sistem keselamatan yg gak berjalan, dari semua pihak yg terlibat.

      Sekarang kita coba lihat Transportasi Kereta Api. Well, Ini mgkn bukan contoh yg Apple to Apple, tp mgkn bisa dijadikan gambaran bhw sebenarnya kita mampu utk lebih baik.Kereta api jaman now berkali-kali lebih nyaman dan aman dibanding jaman dulu. Dari mulai stasiunnya yg rapi dan bersih, tak ada lagi pedagang asongan, keretanya bagus, penumpang lebih nyaman, gak ada yg naik di atap kereta, sistem tiket yg lebih mudah dll. Harga tiket juga msh terjangkau. Padahal dulu, kereta itu semrawutnya sudah level parah dan cenderung mengalami pembiaran.

      Nyatanya kita bisa klw melihat kereta api dg reformasi atau revolusinya itu.

      Kita semua berhak untuk selamat, apapun moda transportasi umum yg digunakan.

      Delete
  4. turut berduka cita atas kapal motor sinar bangun yg baru sj tenggelam, sangat tragis ya. yg dinyatakan hilang jg banyaaak. smoga kluarga diberi ketabahan

    padahal sy baru sj kesana bbrp wakru lalu, artikel bela sungkawa yg bagus mba, sy juga baru upload ucapan berbela sungkawa di ig @mdaypack

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sedih. Kita harus belajar lagi dari musibah. Semoga ini yg terakhir kali.

      Semoga ke depannya keselamatan transportasi perairan Indonesia akan lebih diperhatikan dan diawasi.

      Delete
  5. Miris skali kalo liat dunia transportasi dinegara kita ini, human error sering yg jd pangkal permasalahannya,...smoga kedepannya kejadian seperti ini ga terjadi lagi dan nyawa manusia semakin dihargai.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin. Semoga ini yg terakhir. Kita sdh terlalu banyak belajar dari banyak kejadian.

      Sistem keselamatan transportasi perairan Indonesia harus dibenahi. Baik pemerintah sbg pengambil kebijakan, pengusaha kapal serta masyarakat umum harus mau berubah menjadi lebih baik

      Delete
  6. Aku bacanya merinding nih, ya ampun 3 kecelakan kapal dalam kurun satu minggu.. Apalagi moment lebaran gini ya :(
    Aku jd ikut bertanya2, seberapa perhatian pemerintah dengan keselamatan penumpang kapal ya :(((

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sedih memang, bhw sekali lagi kita harus belajar dari musibah yg beruntun.

      Selama ini, jika ada kecelakaan terjadi maka semua pihak dan dinas terkait sibuk berbenah tapi cuman anget-anget tai ayam doang. Abis itu ya pembiaran lagi hingga terjadi kecelakaan selanjutnya, gitu terus.

      Keselamatan transportasi perairan kita dari dulu spt gak pernah ada peningkatan. Miris, padahal kita negara maritim.

      Aku geram rasanya, hiks

      Delete
    2. Bener mbak.. Btw aku ngekek baca anget2 tai ayam. Hiks

      Delete
  7. Emang jadi agak parno sih kalau naik perahu begini. Paling parno pas naik perahu menuju Gili Trawangan dan Tidung. Perahunya kecil, penumpangnya banyak, dan ombaknya gedhe. Duh :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas, perahu2 tradisional atau yg dioperasikan penduduk lokal pada umumnya memang kondisinya gitu. Bahkan jaket pelampung aja kadang nggak ada. Perhatian dinas terkait mgkn belum nyampe atau memang dibiarkan Krn selama ini belum kecelakaan. Klw udah kejadian biasanya baru ribut,hiks!

      Delete
  8. Emang bener kebanyakan orientasinya ke duit, yang penting muat banyak, duit makin banyak. Karena alasannya "ah biasanya juga ga kenapa-kenapa kok" dan akhirnya kejadian.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, seringnya sih gitu. Kita sbg penumpang juga mau aja naik kapal meskipun penuh, yg penting keangkut sampe tujuan secepatnya. Perlu kesadaran dan pembenahan dari semua pihak klw utk urusan keselamatan.

      Delete
  9. emang harus segera dibenahi ni, terutama buat perusahaan pelayaran yg ga menyediakan tiket yg proper n lifejacket yg memadai.. armadanya juga harus diinspeksi dulu kali yak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoi, Mas. Pengusaha harus mematuhi regulasi keselamatan yg udah ada. Pemerintah harus mengawasi pelaksanaan regulasi di lapangan. Masyarakat umum sbg pengguna juga hrs mendapatkan edukasi dan sosialisasi tentang keselamatan. Ketiganya harus jalan.

      Salah satu hal yg sedang diselidiki dalam kasus KM Sinar Bangun di Danau Toba adalah sptnya tdk ada dokumen Surat Persetujuan Berlayar atau Port Clearance sebelum kapal tsb berangkat. Pdhl port clearance adalah suatu proses dan bukti pengawasan yg dilakukan oleh Syahbandar pelabuhan utk memastikan kapal, awak kapal dan muatannya scr teknis dan administratif telah memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan pelayaran juga lingkungan maritim.

      Delete
  10. Biasanya di Indonesia kalo sudah kejadian, baru mulai disorot serius dan ada pembenahan.. Semoga aja kedepannya lebih baik ya, supaya penumpang merasa aman dan nyaman :)

    Cheers,
    Dee - heydeerahma.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak. Selama ini kita cenderung reaktif, klw udah ada insiden baru pada sibuk dan bikin ini itu. Susah mengubah paradigma dari reaktif atau kuratif menuju ke proaktif dan preventif.

      Semoga kejadian kmrn tdk terulang lagi di seluruh perairan negeri ini.

      Delete
  11. Memang sering kali aspek keselamatan cukup terabaikan pada transportasi air karena sering kali perjalanan berlangsung normal; mulai dari cuaca hingga gelombang..

    Nah, oleh karena itu sekalinya sesuatu yang luar biasa terjadi, misal cuaca buruk dan gelombang tinggi, maka kelalaian itu pun berakibat fatal..

    Turut berbela sungkawa kepada semua korban..

    ReplyDelete
  12. Saya sangat percaya bahwa kecelakaan itu dapat dicegah. Meskipun cuaca buruk misalnya, tapi seandainya saja penumpang dan muatannya tidak melebihi kapasitas, peralatan keselamatan dan prosedur darurat ada dan diikuti, kapalnya laik pakai...mungkin korbannya tak akan sebanyak itu.

    Semoga ini (lagi2) bisa menjadi pembelajaran untuk semua...

    ReplyDelete
  13. Kadang memang aspek keselamatan emnk kurang klo via transportasi laut. Beda bangat dgn udara karena emnk udara mahal juga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Safety dalam aviasi/penerbangan memang mutlak karena risikonya sangat tinggi. Maka dalam harga tiketnya pun pasti ada komponen utk safety. Kalau lagi terbang ibaratnya kalau ada apa2 di udara, nggak bisa lari ke mana-mana. Syukur kalau bisa RTB (return to base) atau landing darurat.

      Sedangkan di perairan, kalau ada apa2 dalam pelayaran sbnrnya masih ada jalan keluar. Penumpang dan awak kapal msh bisa nyebur ke air dg life jacket, pake life Bouy atau luncurkan sekoci dan rakit penyelamat.

      Sayangnya peralatan keselamatan tadi kerap terabaikan dlm transportasi perairan kita. Di negara kepulauan terbesar di dunia...

      Delete
  14. Sedih melihat fakta di lapangan seperti ini. Perlu edukasi kepada masyarakat. Penumpang harus cerdas memilih angkutan laut dan berhak untuk selamat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, kadang dg alasan "pokoknya keangkut dan bisa cepet sampai" maka kita nekad ikut kapal yg kondisinya udah penuh misalnya. Apalagi saat musim liburan.

      Semoga dg kejadian demi kejadian yg terus beruntun ini menjadi pemicu bagi semua pihak dan masyarakat bisa berpikir ulang dan memperhatikan faktor keselamatan terhadap kapal yg hendak dinaiki.

      Delete
  15. Ikut prihatin dengan musibah tenggelamnya kapal Sinar Bangun yang menewaskan ratusan penumpang.
    Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi.

    Sebetulnya kejadian seperti itu memalukan , terutama tentang kelengkapan fasilitas keselamatan penumpang dan lemahnya kontrol jumlah maksimal muatan.

    Terlepas dari mitos yang beredar dengan ditangkapnya ikan mas berukuran besar sehari sebelum musibah terjadi, hendaknya sistem keselamatan dan daya muat beban kapal harus di fasilitasi dan diperketat pengontrolannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas.Ketersediaan pelampung bagi seluruh penumpang itu kan hal yg mendasar dalam keselamatan kapal, tp inilah faktanya bhw hal yg basic saja masih terabaikan dan dibiarkan. Klw udah ada kecelakaan baru deh semua ribut, tp cenderung anget2 tai ayam, lama2 juga lupa lagi dan terabaikan lagi. Gitu aja terus, tanpa ada pembenahan yg sistemik dan berkelanjutan.

      Kalau soal mitos ikan mas, itu spt kisah2 kearifan lokal di berbagai tempat, yg sbnrnya tujuannya agar kita lebih care dg alam dan ciptaan Tuhan lainnya.

      Delete
    2. Benar, seharusnya ada pengontrolan kontinyu per bulan dari dinas perhubungan, juga ada sidak di lapangan.
      Begitu ketahuan daya muat melebihi kapasitas, langsung benar-benar ditindak tegas.

      Delete
  16. Aku juga pernah berpikir untuk membeli dan membawa pelampung sendiri pelampung saat mau main di laut. Kekuatiranku sama, bahwa jumlahnya tidak cukup di samping takut juga sudah tak berfungsi. Apa boleh buat kepercayaan saya juga teramat rendah terhadap pelayanan pelayaran. Namun masalahnya sampai sekarang saya belum membeli satu pun pelampung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, Mbak Evi.
      Iya Mbak, mending prepare pelampung sendiri, daripada was-was sepanjang jalan. Selamat hunting life jacket :)

      Delete
  17. Dalam dunia transportasi, penumpang itu dikatakan payload (pay = bayaran). Memang moda komersil seringkali mengabaikan keselamatan untuk memenuhi target biaya operasional dan laba. Ini perlu menjadi perhatian khusus agar penyedia jasa moda transportasi bisa lebih disiplin dan berkomitmen.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah banyak kecelakaan yang terjadi, tapi kadang kita masih menganggap enteng risiko yang ada. Saatnya untuk berbenah. Kita berhak untuk selamat. Perketat aturan dan pengawasan dari pelaksanaan aturan. Semoga bisa kita cegah sama2 berulangnya kecelakaan serupa.

      Delete
  18. semoga dunia transportasi di indonesia baik yang ada di darat, laut dan udara semakin maju dan lebih mengutamakan keselamatan penumpang
    dan kejadian seperti ini jangan sampai terulang kembali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin. Semoga ini yang terakhir. Kejadian yg menjadi trigger kita semua dan pihak2 terkait untuk meningkatkan keselamatan transportasi umum di Indonesia

      Delete
  19. Sedih banget ada kejadian seperti ini saat lebaran...semoga tidak lagi terjadi dan semua lebih peduli akan keselamatan penumpangnya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak. Semoga ini kejadian yang terakhir, kita sudah harus belajar banyak dan harus berubah ke arah yang lebih baik. Mengutamakan keselamatan adalah tanggungjawab kita semua, baik penumpang, nakhkoda, awak kapal, pengusaha kapal, otoritas pelabuhan dan juga pemerintah

      Delete
  20. Ajal tidak ada yang tahu. Tapi setidaknya kita bisa ikhtiyar untuk disiplin mengikuti aturan. Semoga bisa lebih baik. Btw, opini yang bagus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin. Semoga aspek keselamatan dijadikan prioritas dalam semua moda transportasi di negara ini.

      Delete
  21. Pelampung tipe III itu apakah sudah cukup untuk mengakomodir keselamatan kita mbak? Bisikin donk dimana belinya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mas!

      Kalau menurut Standar US Coast Guard, jenis jaket pelampung atau PFD (Personal Floation Device) itu ada 5. Pemakaiannya tergantung kebutuhan:
      a. Tipe 1: Offshore PFD. Cocok untuk orang2 yg berada di Offshore atau lepas pantai, perairan terbuka dan rough sea dan lama menunggu pertolongan datang. Punya daya paling lama bertahan dan kemampuan mengapung atau bouyancy paling besar. Bentuknya bulky, gede banget. Ada bagian bantalan di leher, jd si pemakai bisa mengapung dg kepala menghadap ke atas scr otomatis, bahkan oleh korban pingsan sekalipun, jd penolong tinggal menariknya saja. Sangat tidak nyaman dipakai untuk keseharian.

      b. Tipe 2: Near shore PFD. Mirip tipe 1 tapi tidak begitu bulky bentuknya. Daya tahan dan kemampuan mengapung kurang dari tipe 1

      c. Tipe 3: Flotation Aid PFD. Cocok utk perairan yg tenang, dan jika pertolongan tersedia dalam waktu cepat. Bentuknya tidak bulky dan nyaman dipakai. Jika Mas pernah liat pelampung2 di kapal, perahu atau kadang dipakai orang snorkeling, itu masuk tipe ini. Daya tahan dan mengapungnya lebih kecil dibanding jenis 1 dan 2.

      d. Tipe 4: Throwhable atau bisa dilempar. Sering kita lihat terpasang di kapal2, warna orange berbentuk lingkaran, dilengkapi tali.

      e. Tipe 5: PFD untuk keperluan khusus, misal kayaking Dan watersport lainnya.

      Apakah tipe 3 sudah cukup mengakomodir keselamatan kita? Akan tergantung dari kondisi perairannya spt apa, berat dan kondisi para pemakai, cara memakai dan apakah pertolongan cepat datang atau tidak.

      Belinya yg Tipe 3 mudah kok Mas, di online banyak. Dari yg harga ratusan ribu/jutaan (misal: merk Stearn) hingga merk Atunas yang kurang dari 100rb.

      Happy traveling and happy sailing :)

      Delete
  22. Anonymous4:20 PM

    Sebelum berangkat ada salahnya untuk selalu dicek keselamatan penumpangnya... Selalu di servis dan diperbaiki... kita tidak ppernah tau kapan kecelakaan akan terjadi, untuk mengatasinya hanya dengan mencegah hal hal yang bisa dibilang akan terjadi bisa diminimalisirkan.. selalu dicek

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju, Mas. Itulah gunanya ada Surat Persetujuan Berlayar atau Port Clearance sebelum kapal berangkat dari pelabuhan. Port clearance adalah suatu proses dan bukti pengawasan yg dilakukan oleh Syahbandar pelabuhan utk memastikan kapal, awak kapal dan muatannya scr teknis dan administratif telah memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan pelayaran juga lingkungan maritim.

      Delete
  23. pertengahan 2013
    saya lagi honeymoon di parapat
    menyeberanglah kami ke samosir
    ya ampun
    di tengah jalan mesinnya mati!!!!
    penumpang tegang
    setengah jam terombang-ambing
    alhamdulillah mesin kemudian nyala dibantu kapal sekitar
    ffiiuuhhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, pasti bikin jantung gak karuan tuh Mas, terombang-ambing gak jelas di atas kapal. Semoga pengalaman mendebarkannya cuma sekali itu saja ;p

      Delete
  24. Ternyata resiko menggunakan transportasi laut tidak lebih rendah dibanding kita gunakan transportasi udara ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Mas.
      Safety di dunia penerbangan sangat diperhatikan karena risikonya sangat tinggi. Error sedikit saja dampaknya fatal sekali. Tapi safety di transportasi laut (yang seharusnya lebih mudah dan lebih "murah" dikelola dibanding transportasi udara) pada kenyataannya kita malah masih keteteran dan banyak bolong2nya.

      Delete