Saturday, November 05, 2005

A walk to remember

Lebaran tahun ini telah terlewati.
As usual, praktis setelah selesai Sholat Ied hanya dipenuhi oleh ritual-ritual yang sangat membosankan....

Bagiku, yang paling menarik dalam Idul Fitri adalah persiapan menjelangnya. Itu adalah moment yang selalu saja membuatku flashback ke beberapa tahun silam...

Pada dua hari sebelum lebaran (dalam tradisi Pekalongan disebut sebagai pasar kembang cilik), atau sehari sebelum lebaran (yang dikenal dengan nama pasar kembang gedhe) dengan sepeda jengki-nya Ayahku akan membawa Lena kecil ke pasar Banyurip Alit yang merupakan pasar terdekat dari kampungku, untuk membeli beberapa keperluan lebaran seperti urung kupat (janur ketupat), seekor atau dua ekor ayam, serta damar kurung. Yang disebut terakhir sebenarnya bukanlah keperluan lebaran tetapi benda tersebut hanya ada dan dijual pada saat menjelang Idul Fitri saja. Damar kurung adalah hiasan penutup lampu yang terbuat dari kertas warna-warni dan berbentuk beraneka macam, mulai dari desain kapal terbang, kapal laut, komedi putar ataupun hanya sekedar bentuk cumplung. Semakin bagus dan rumit desainnya biasanya harganya semakin mahal. Dan ayahku pasti akan membelikan satu untuk aku dan adikku kemudian memasangnya di lampu depan rumah sederhana kami.
Tak lupa, dibeli juga beberapa ikat bunga selasih, bunga melati dan beberapa nisan untuk keperluan ziarah ke makam nenek dan kakek pada sore harinya.

Kebiasaan dalam keluargaku adalah selalu menyembelih sendiri ayam yang telah dibeli. Biasanya adikku lah yang disuruh memegang kaki ayam tsb saat disembelih oleh ayahku. Aku tidak cukup punya keberanian, aku ngeri melihat ayam tadi menanti sakaratul mautnya, alhasil aku malah takut memegangi kaki ayam yang akan disembelih dan malah berteriak-teriak ketakutan. Selesai disembelih, lalu tugas ibuku-lah yang mengulitinya kemudian dimasak menjadi opor yang paling lezat di dunia. Sementara aku mengisi urang ketupat dengan beras yang telah dicuci. Biasanya pekerjaanku tsb sering dikoreksi oleh ayahku, karena aku terlalu banyak mengisi beras ke dalam urung ketupat tadi. Ah, ayahku memang paling jago bikin ketupat di keluargaku.

Terlalu manis untuk dilupakan. Moment yang masih ada dan semoga akan selalu ada dalam moment Idul Fitri-ku..........

No comments:

Post a Comment