Thursday, April 30, 2009

%^*&@#!)*((&**^&%%$

Semuanya menjadi berbeda
Mungkin makin indah buatmu.
Tapi tidak bagiku

Kenapa malam tak kunjung bertepi
Hingga menjadikanku penguasa larut hingga dini.
Aku ingin tidur!
Seandainya saja, ah...
Toh tak ada lagi nyanyianmu
Mengantarkanku tidur, seperti dulu...

Aku tercenung di antara jendela di lantai dua
Menyusun mosaikmu, berbekal memori lemot otakku.
menikmatimu...meski cuma dalam anganku.
Kau tahu, bahkan jejakmu masih basah
Lalu bagaimana bisa mengenyahkanmu?

Aku menderita
menyembunyikan cintaku, padamu...

Friday, April 17, 2009

Mencintai hujan (part 3)

"Sementara ini sedang menjadi manusia paling malas sedunia", ucapku padanya ketika ia menanyakan kabar. Ia tertawa lebar, renyah dan tanpa batas, seperti biasanya.
"Aku juga sedang menjadi manusia paling nggak jelas sedunia", balasnya.
"Aku sedang sakit teman, help me..." Kutendang kerikil ke jalanan.
"Ya, kau benar-benar sakit"

===============================

"Nih, kopi item, tanpa campuran apapun, as usual."
"Thanx, tapi...".
"Ups, jangan protes!".
Sialan, dia sudah keburu meng-interuptku. Aku memang selalu protes kalau ia membawaku ke cafe itu. Puluhan ribu hanya untuk membeli kopi ini? Yang mungkin tak lebih sedap dibanding kopi (campuran jagung) yang biasa kubeli di warung sebelah rumah. Lalu dia akan bilang, "bukan cuma kopi yang kubeli teman, tapi aku juga membeli suasananya."
"Aku juga nggak suka suasananya"
Dia mengkucak rambutku hingga berantakan.
"Dasar! Tak bisakah kau pura-pura suka...?"
Kuminum seisi kopi dalam cangkir di depanku. Dia tergelak
"Kau minum kopi seperti menenggak bir saja. Kau benar-benar sakit!"

================================

"Aku lagi males jadi tempat sampah. Bisa kan kali ini kau nggak usah ngomong atau curhat apapun please..." Potongku di tengah kalimat-kalimat yang meluncur dari mulutnya, entah dia sedang cerita ama, kadang dia tertawa...entahlah, mungkin dia sedang bahagia.
"Aku nggak mau pura-pura ndengerin kamu ngomong, pura-pura merhatiin atau apapun!"


(to be continued)

Saturday, April 11, 2009

Mencintai Hujan (part 2)

Kemarin, kita memandang langit yang sama. Langit yang sama tapi mungkin bintang yang berbeda. Mataku tertuju pada sebuah bintang paling kecil dan sendirian di entah dekat rasi apa yang kerlipnya nyaris tak terlihat. Dan kamu, entah bintang mana yang kamu perhatikan, yang paling terang mungkin atau entahlah. Aku beranjak bosan.

"Jangan pergi, kita tunggu bintang jatuh, kita make a wish bareng" begitu katamu.

Tapi sampai pagi, tak ada satupun benda langit itu yang bergerak, semuanya statis tetap pada garisnya. Tak ada make a wish. Dan kamupun pergi, pergi dengan mimpimu.

Mencintaimu adalah perbuatan paling bodoh yang pernah kulakukan. Mengkhayalkan masa depan bersamamu adalah harapan yang paling mustahil. Saatnya memilah mimpi dan itu berarti membuangmu, keluar selamanya dari ruang hidupku.

Malam ini, aku kembali memandang langit. Langit yang kosong tanpa bintang. Bulan penuh.

(to be contimued)