Monday, April 13, 2015

Menyapa Papua (Bag. 8) - Lembah Baliem Day-7 (Distrik Wolo)


"Aku nggak perlu uang ribuan
Yang aku mau uang merah cepek'an
Aku nggak butuh kedudukan
Yang penting masih ada lahan untuk ku makan
Asal ada babi untuk dipanggang
Asal banyak ubi untuk ku makan
Aku cukup senang...aku cukup senangDan akupun tenang...
(Lembah Baliem - Slank)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

11 Februari 2015

Waktu berjalan cepat. Lembah Baliem dan sebagian daerah Pegunungan Tengah Papua telah menjadi bagian hari-hari kami nyaris seminggu ini. Hari ini akan menjadi hari terakhirku dan Dame berada di sini. Untuk menutup perjalanan di Kabupaten Jayawijaya, kami memilih mengunjungi Distrik Wolo. Distrik ini berada di bagian timur laut Jayawijaya yang berbatasan dengan Kabupaten Mamberamo Tengah. Menuju Distrik Wolo, kami harus menggunakan angkutan jurusan Kelila Kab. Mamberamo Tengah. Mobil ke arah sana mangkal di dekat pasar baru Potikelek Wamena yang belum diresmikan.


Lompat lagi, kakak!

Kapan kita kemana...?

"This is one of the most spectacular Baliem side-valleys. Inspired by resolute strain of Evangelical Protestanism, Wolo is a non smoking village with lovely flower garden. There is plenty of great hiking in the area" Demikian tulisan di Lonely Planet tentang Distrik Wolo yang menjadikan kami antusias untuk jalan-jalan ke sana.

Perjalanan ke Wolo bukanlah dekat. Kami melewati lagi Distrik Kurulu, Distrik Wosilimo, dan mobil ini masih terus naik ke atas. Tapi pemandangan sepanjang jalan memang keren sih meski lagi-lagi kami harus duduk meringkuk di bak belakang mobil yang penuh dengan penumpang dan melewati jalanan yang sebagian tak beraspal. Ya, mungkin aku sudah bosan menggunakan kata memanjakan mata batin untuk mendeskripsikan sebuah view yang wow, mari kita cari kosakata baru saja...menyejukkan mata hati mungkin?


Kami turun di dekat Kantor Distrik Wolo. Udaranya dingin tapi segar sekali. Daerah seperti ini kalau di Jawa mungkin sudah penuh dengan bangunan vila.  

Air Strip di Distrik Wolo

Aku membayangkan sebuah kartu pos memuat gambar seperti ini. 

Aku, Kakak Dame dan Pak Musa berjalan mengikuti jalan desa yang ada. Ah, mana kebun-kebun bunga itu? Ternyata memang tak ada kebun atau taman bunga luas seperti dalam bayanganku, tetapi hampir di halaman depan rumah warga selalu dihiasi dengan taman bunga. Oh mungkin ini yang dimaksud oleh tulisan Lonely Planet itu! Tapi kampung ini memang cantik sekali. 

Damai kami sepanjang hari. 
Gerbang sebuah kampung. 

Keluar dari kampung, kami disuguhi jalan besar yang kami lewati dengan mobil saat berangkat tadi. Matahari menampakkan kekuatannya. Kami berjalan di tengah terik sambil menikmati perbukitan di sebelah kanan dan kiri. Jalanan itu sepi. 

Selamat jalan...!

Karena aku mencintaimu, maka kubiarkan alam memilikimu dan menjagamu

Kupungut penat sepanjang jalan, lalu...kutebarkan kenangan

Sesekali kami menemukan pemukiman penduduk di sekitar Distrik Manda. Bertemu warga yang kembali menyapa ramah. Oh ya, jika kalian mencari wallpaper secantik Windows XP berupa barisan bukit dengan latar langit biru, di sinilah tempatnya :-)

Dan langit, dan pohon tinggi...

Sebuah pasar, tapi sepertinya sedang tidak ada kegiatan

Bangunan sebuah sekolah dasar di Distrik Wolo

Jalanan kampung dan pemukiman yang tertata rapi

Dalam perjalanan pulang ke Wamena, saat kaki kembali meringkuk di pojokan bak mobil belakang, di samping seorang Mama Papua yang memeluk babi-nya...aku seperti tak mau meninggalkan tempat ini, terlintas banyak hal yang telah terlewati. Entah kapan aku bisa kembali ke Lembah Baliem, ke Jayawijaya, Pegunungan Tengah Papua...

Awas, ada tamu VIP lewat. Semua kendaraan otomatis akan berhenti dan rela menunggu jika ada babi nyebrang jalan.
Jika sampai menabrak, wuih...dendanya besar sekali. Hitung jumlah susu!

Kami beruntung akhirnya bisa menemukan alamat produsen Kopi Arabica di Wamena, di hari terakhir kami di sini. Ya, kelak saat sudah pulang ke rumah...aku bisa menyeduhmu di sebuah sore, duduk di teras, menikmati gerimis sambil mengenang segenap perjalanan di Lembah Baliem...

Untuk Indah, Papa Lion, Lionel, Filbert, Mama Netty, Papa Qim, Joaqim, Pak Musa, Bude dan Pakde serta kakak-kakak di toko Indah, terima kasih banyak atas bantuannya selama kami di Wamena. Mohon maaf telah merepotkan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati kalian semua. Amin.

Degup jantung Papua akhirnya bisa kudengar dan kurasakan meski hanya selama delapan hari. Wamena, Jayawijaya, Pegunungan Tengah Papua...sampai jumpa! 

Kisah selanjutnya di Menyapa Papua (Bag. 9) - Jayapura

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Budget :
1. Transportasi Wamena - Distrik Wolo = Rp. 100.000/orang
2. Transportasi Pertigaan Manda - Pasar Jibama Wamena = Rp. 25.000/orang
3. Transportasi Pasar Jibama - Kota Wamena = Rp. 7000/orang


2 comments:

  1. Anonymous9:42 AM

    Ngga salah itu, absurd? Kata absurd itu sangat menyinggung

    ReplyDelete
    Replies
    1. "An Absurd Journey" adalah nama blog saya. Jadi menyinggung siapa? Maaf, sepertinya Anda salah mengerti.

      Delete