Wednesday, April 15, 2015

Menyapa Papua (Bag. 9) - Jayapura

"Just keep smiling, move onward everyday
And try to keep our thoughts away from home
We're traveling around, no time to settle down
And satisfy our wanderlust to roam..."
(Rush - Making Memories)

----------------------

12 Februari 2015

Kami tinggalkan Lembah Baliem Kabupaten Jayawijaya dengan segenap cerita. Sebuah mimpi yang menjadi nyata dan entahlah...tapi tempat ini terlalu luar biasa. Jika ada ruang abadi di hati, maka selalu ada ruang untuk kenangan tentangnya.

Aku telah pergi jauh. Jauh sekali hingga Jayawijaya Papua. Kuakui, alamnya indah tak terkata. Jika tujuanku pergi ke sana hanya untuk melihat pemandangan atau keindahan alam saja, maka perjalanan itu mungkin hanya bermakna sepintas lalu saja. Tapi dengan ikut melihat atau bahkan merasakan kehidupan masyarakatnya yang berbeda dengan keseharian kita, Insha Allah aku merasa lebih bersyukur dan berharap menjadi hamba Tuhan yang lebih tahu diri. Masih terngiang di kepalaku, para Mama Papua  menggendong bawaan berat dalam satu, dua atau bahkan tiga nokennya di kepala lalu berjalan jauh naik turun gunung. Anak-anak kecil dengan ingus meler dan tanpa alas kaki. Anak yang putus sekolah, sekolah yang jauh, jalan yang putus atau blas nggak ada jalan. Harga-harga kebutuhan primer yang selangit dan... Hah! Seandainya aku tak sekedar "melihat", tapi juga bisa "melakukan" sesuatu untuk mereka. Entahlah...

Sekitar jam 9 pagi, petugas bandara berteriak ke seluruh calon penumpang di ruang tunggu untuk segera boarding, pesawat Trigana Air telah siap terbang ke Jayapura. Tak ada pengumuman lewat speaker, pun suara lembut dari announcer, melainkan hanya teriakan. Seperti yang kuceritakan di awal catatan perjalanan Papua ini, kondisi fasilitas Bandara Wamena memang sangat memprihatinkan. 

Rencananya aku dan Dame akan berada di Jayapura selama dua hari. Untuk tempat menginap? Hohoho, Kakak Dame telah berhasil menemukan Roslena, teman semasa SMP-nya yang kebetulan tinggal tak jauh dari Jayapura dan bersedia menampung para pejalan ini.

Siang hari waktu Bandara Sentani. Dengan menggunakan Bis Damri Bandara, kami menuju Kotaraja, tempat tinggal Roslena dan keluarga. Wajah-wajah asli Papua tampaknya sudah jarang kujumpai saat mulai keluar dari Bandara. Danau Sentani di sebelah kanan menjadi view sepanjang perjalanan. Tempat demi tempat yang kami lalui, bisa dikatakan kota ini sudah sangat maju dan ramai sekali. Berbeda dengan daerah Pegunungan Tengah dimana wajah Papua masih sedemikian aslinya.

Keponakan Roslena, Indah Manik namanya, menjemput kami di tempat percetakan seberang Bank Mandiri Kotaraja, itu adalah tempat usaha Roslena dan keluarga. Roslena sendiri bekerja di sebuah bank sedangkan suaminya merupakan PNS Dinas Pertanian di Propinsi Papua. Sampai di rumah, Roslena belum pulang dari tempat kerja. Karena bingung mau ngapain, akhirnya aku dan Dame memutuskan untuk langsung jalan. Tujuan pertama kami adalah ke Skouw. Skouw adalah daerah  perbatasan Indonesia dan Papua Nugini. Membutuhkan sekitar dua jam perjalanan dari Jayapura. Kami menyewa mobil yang biasa disewa oleh keluarga Roslena. Driver kami bernama Kak Atiq yang ternyata beristrikan orang Batak yang kalau dirunut-runut mungkin masih saudaraan sama Boru Sianipar aka Kakak Dame pe marga.

Kami menuju timur. Di satu titik tampak teluk Yotefa yang cantik sekali. Jalanan menuju Skouw bisa dikatakan lumayan sepi. Setelah hampir dua jam berkendara, mulai tampaklah bendera merah putih berjajar di kanan-kiri jalan raya dan sebuah pos polisi. Skouw sudah di depan mata. Wow, sebentar lagi aku bisa menjejak perbatasan Indonesia paling timur.

Sebelum pemeriksaan di sebuah Pos Polisi, kami melihat sebuah bangunan pasar yang bisa kukatakan sangat bagus. Ternyata inilah pasar di perbatasan, pernah kulihat di TV dulu sekali. Kebetulan hari itu adalah hari pasar. Pasar ini didirikan oleh Pemerintah RI dan diresmikan pada tahun 2012 dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor produk dalam negeri ke negara tetangga karena letaknya yang sangat strategis serta dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat sekitar. Kalau dilihat memang kebanyakan yang belanja di sini adalah warga Papua Nugini. Dengan mendapatkan surat serupa paspor, warga PNG bisa masuk ke wilayah RI dan berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar tersebut.


Spanduk bertuliskan "Indonesia Tanah Air Beta" terpampang tepat di samping Pos Pemeriksaan Polisi

Pasar di Skouw, Perbatasan RI - PNG

KTP Kak Atiq sang driver harus dititipkan ke Pos Polisi Perbatasan sebelum kami melintas perbatasan. Dan...mari kita jejakkan kaki dan main-main ke tetangga sebelah! Nggak perlu menunjukkan paspor kalau cuma main sebentar katanya :-)


Border Post-nya RI, kakak!

Goodbye Indonesia...!

Gerbang RI ada di sebelah kiri, PNG ada di sebelah kanan. Yang tengah ini daerah netral!

Papan Rambu Imigrasi yang hanya tergeletak di atas paving

Aku, Kakak Dame dan Kak Atiq akhirnya memasuki wilayah Papua Nugini. Selain kami, tampak penduduk Indonesia yang sepertinya wisatawan juga sedang melihat-lihat perbatasan ini. So, jangan pernah lewatkan Skouw jika kalian mengunjungi Jayapura. Merasakan sensasi menjejakkan kaki di negara tetangga dan melihat selintas kegiatan di perbatasan.


Border Post-nya PNG

Angkot-nya PNG lagi ngetem. Siap membawa pulang/pergi para pelintas batas asal PNG

Lihat di belakang sana, sepertinya ada pantai indah di PNG ;p

Bapak asal PNG ini sepertinya barusan mborong dua kardus Pop Mie. Selamat menikmati selera Indonesia!

Sekaleng Coca Cola dengan tulisan "Celebrating Papua New Guinea". Rasanya? Ah, sama aja ternyata! Haha!
Indonesia, kami pulang...!!!

Oke Indonesia tercinta, kami pulang kembali! Seru juga menyambangi batas negara sisi timur ini. Rasa nasionalismepun serasa kian berkobar di dalam hati.  

Kami kembali ke Jayapura. Kak Atiq menawarkan untuk jalan-jalan seputaran Jayapura dulu. Hajar sudah! Lanjut kita ke Pantai Holtekam, sebuah pantai sepi dengan pemandangan nyiur melambai yang bisa bikin kita ngantuk bersama sepoi angin. Kami juga pergi ke  Jayapura City. Sebuah bukit tinggi yang di atasnya terdapat tower pemancar berbagai stasiun TV. Nah, di bukit itulah  terdapat tulisan besar "Jayapura City" yang bisa terlihat dari jauh dan menyala terang saat malam hari. Dari sana kita bisa melihat kota Jayapura beserta pelabuhannya dari ketinggian. Pasar Hamadi juga kita kunjungi. Ada banyak toko souvenir yang menyediakan kerajinan khas Papua di pasar ini. Terakhir kami menghabiskan sore di Pantai Bangku Panjang depan Gubernuran. Eh, pulangnya makan Papeda dulu ya, biar berasa Papua-nya!

Pantai Holtekam

Hembusan angin yang tetap setia bersamaku

Kota Jayapura terlihat dari Tower Jayapura City

Seorang anak bermain di antara bebatuan Pantai Bangku Panjang

Yang akur ya adek... :-)

Hampir Isya saat kami pulang ke rumah Roslena. Maka terjadilah reuni antara Kakak Dame dengan teman semasa SMP-nya :-)

13 Februari 2015

Kemana kita hari ini? Rencana masih nggak jelas. Awalnya mau ke pantai Tablanusa. Tapi di samping lokasinya yang jauh banget dari Kotaraja, ternyata Kak Atiq dan mobilnya nggak bisa nganterin kami hari ini alias sudah dibooking orang lain duluan. Ya sudah, mari kita naik angkot saja ke tempat-tempat yang lebih terjangkau tentunya. Kami mengajak Indah, sekalian sebagai guide.

Tugu Mc. Arthur adalah tujuan pertama kami. Jendral Mc.Arthur adalah seorang tentara sekutu yang datang ke Papua untuk mengusir Jepang pada zaman perang dunia dulu. Tempat dimana tugu ini berdiri dulunya adalah markas besar tentara sekutu untuk wilayah pasifik barat daya. Dari Tugu itulah view terbaik untuk menikmati Danau Sentani dari atas. Tugu ini berada di Ifar Gunung, termasuk kawasan militer/Kodam dengan medan yang menanjak dan berkelak-kelok. Untuk menuju ke sini, kami harus naik ojek dari pertigaan Ifar Gunung. Tapi kami kecewa karena teryata area tugu digembok pagarnya alias nggak bisa dimasuki. Hiks, kami hanya bisa mengintip dari kejauhan saja. Yo wislah, akhirnya kami mblusuk cari spot di seputaran area di luar tugu. Setidaknya pemandangan Bandara Sentani serta Danau Sentani tampak jelas juga dari sini.

Mengintip Danau Sentani dan landasan pacu Bandara Sentani

Mari kita zoom pulau-pulau di tengah Danau Sentani

Kami turun dari kawasan Ifar Gunung setelah cukup puas mengambil foto. Sempat cari makan dan oleh-oleh sebentar, lalu lanjut ke destinasi selanjutnya yaitu Pulau Tabi. 

Pulau Tabi atau Tanah Tabi adalah tempat masuknya Injil pertama di Jayapura. Untuk menyeberang ke pulau ini tersedia speed boat reguler dari Teluk Yotefa. Di sana juga terdapat kampung atas air, namanya Kampung Enggros. Mari kita jelajahi!



Hmm...speed boat mana...speed boat!

Dong so dekat dengan Tanah Tabi

Kampung Enggros

Tugu Pekabaran Injil di Tanah Tabi

Berkibarlah benderaku 

Giliran Pantai Hamadi kita sambangi saat senja. Ombaknya tenang sekali. Duduk di atas pasir...dan teringat sebuah kalimat dari buku Gadis Pantai-nya Pramoedya Ananta Toer..."Aku cuma butuhkan orang-orang tercinta, hati-hati yang terbuka, senyum tawa dan dunia tanpa duka, tanpa takut..." 



Satu senja di Pantai Hamadi


Itulah cerita kami selama di Jayapura dan sekitarnya. Kota yang telah maju dan nyaris mendekati kelas metropolitan menurutku. Terima kasih banyak untuk Roslena dan keluarga yang telah sudi direpotkan selama dua hari ini. 

Perjalanan ini belum berujung. Esok hari, Merauke di ujung sana...telah menunggu! 

Cerita selanjutnya di Menyapa Papua (Bag. 10) - Merauke

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Budget :

1. Pesawat Trigana Air Wamena - Jayapura = Rp. 700.000/orang
2. Sewa mobil hari pertama (Skouw & Keliling Jayapura) = Rp. 600.000 (sudah termasuk driver dan bensin)
3. Transportasi umum ke Tugu Mc.Arthur 
    - Angkot Kotaraja - Lingkaran = Rp. 5000/orang
    - Angkot Lingkaran - Expo = Rp. 7000/orang
    - Angkot Expo - Pertigaan Ifar Gunung = Rp. 9000/orang
    - Ojek Pertigaan Ifar Gunung - Tugu Mc. Arthur = Rp. 20.000/ojek
3. Transportasi ke Pulau Tabi
    - Pertigaan Ifar Gunung - Expo = Rp, 9000/orang
    - Angkot Expo - Terminal Entrop = Rp. 10.000/orang
    - Speed Boat ke Pulau Tabi = Rp. 20.000/orang
4.  Angkot Terminal Entrop - Pantai Hamadi = Rp. 7000/orang

2 comments:

  1. Hi kakak. Salam kenal ya. Wow travel diary nya bagus dan lengkap soal wamena, sentani dan merauke. Kebetulan sy mau solo trip kesana kakak. Pls referensi nya kakak, Thx ya Kakak. So happy found your blog's.

    ReplyDelete
  2. @Miss JT : Terima kasih kunjungannya Kakak Janti. Selamat menyiapkan trip ke jantungnya Papua...Wamena :-)

    ReplyDelete