Sunday, May 24, 2015

Just my two cents

Rasanya kita perlu berterima kasih pada ampas kopi. Ketika statusnya masih menjadi bubuk kopi, maka ia rela melarutkan diri pada seduhan air panas, memberikan kita bau harum tak terkira, dan terciptalah secangkir minuman berwarna coklat kehitaman yang konon katanya bisa meningkatkan rasa alert. Pengorbanan si kopi bubuk tadi tak cukup sampai di situ, ia masih kita paksa menanggung penderitaan cukup lama menahan suhu panas dan dikoyak saat mengaduknya. Kita hanya menyeruputnya sedikit demi sedikit demi menikmati sebuah kewenangan lebih lama. Saat semuanya usai, kita sengaja meninggalkan ampas kopi di dasar cangkir atau gelas. Ampas kopi tadi tak berguna dan terbuang.

Nggak tahu kenapa tiba-tiba aku menulis tentang kopi. Tapi rasanya sayang juga jika satu paragraf di atas harus kuhapus meski aku yakin nggak akan nyambung dengan apa yang akan kutulis nanti. Anggap saja itu satu persembahan khusus untuk kopi, khususnya kopi bubuk. Sebenarnya aku ingin menulis sesuatu yang serius, tapi jangan ber-ekspetasi terlalu tertinggi pada celotehanku yang nggak jelas nanti.

Benarkah surga dan neraka itu ada? Serius ya pertanyaannya? Terlepas dari apa yang tertulis pada kitab suci, maka aku percaya surga dan neraka itu ada. Masalahnya adalah siapa nanti yang akan masuk surga dan siapa yang akan masuk neraka? Sekali lagi aku tidak akan me-refer pada ayat-ayat suci karena aku nggak punya ilmunya. Maka akan kubilang, bahwa Tuhanlah yang memiliki hak prerogatif akan segala sesuatu yang telah diciptakannya termasuk urusan memasukkan ke surga atau neraka.

Kenapa tumben-tumbenan nulis tentang surga dan neraka? Mbuh, mungkin karena aku sedang malu dan merasa malu sama Tuhanku. Malu gara-gara tiap membuka linimasa di twitter maupun facebook dipenuhi tulisan yang sok suci se-Indonesia Raya, dari para "ahli surga" yang sanad ilmunya nggak jelas, yang ngaji-nya mungkin hanya berbekal google saja atau via situs-situs internet yang ber-embel-embel islam tapi gampang mengkafirkan orang dan menyebarkan kebencian serta seolah-olah membantu Tuhan mati-matian. Benarkah Tuhan perlu dibantu? Bukankah TUHAN sudah MAHA? Akhir-akhir ini orang-orang dan gerakan-gerakan seperti itu serasa punya panggung! Ah, jika "sesama muslim" saja sudah "dikafir-kafirkan" jika berbeda pendapat atau aliran, bagaimana kita bisa bertoleransi dengan penganut agama lain? 

Sekarang muncul pula gerakan khilafah atau apalah namanya. Woi, ini Negara Kesatuan Republik Indonesia, negara yang dibangun oleh para pendiri bangsa di atas persatuan Sabang sampai Merauke, Rote sampai Miangas, lengkap dengan keanekaragaman suku, budaya, ras, bahasa dan agama. Dulu kalian kemana, waktu para pahlawan berkorban nyawa demi mengusir penjajah dari negeri ini untuk merebut kemerdekaan? (Oh saya lupa, kalian mungkin belum pada lahir). Tapi selama kalian masih nyari makan di bumi Indonesia, ya nggak usah belagu! Tambah lagi partai-partai yang menggunakan isu-isu agama bahkan mencatut nama Tuhan demi kepentingan politiknya, sumpah membuat aku pengen muntah! 

Sungguh aku sedang muak! Ah, bisa-bisa aku ikutan di-cap liberal atau bahkan dianggap kafir!

Hidup cuma sekali, ngapain dibikin ribet yak? Anggap saja orang-orang yang suka bikin status sok-sokan merasa ber-Islam paling benar itu hanya kurang piknik. Kurasa kalau mereka doyan piknik, maka yang akan dipajang di twitter atau facebook tentu saja tentang foto-foto selfie dan alay di tempat wisata. 

Alhamdulillah, aku muslim. Syahadatku kalau diterjemahkan juga masih sesuai Rukun Islam bahwa Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah SWT, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Aku juga orang Indonesia yang mengusung Bhinneka Tunggal Ika. Aku percaya bahwa Islam adalah rahmat bagi alam semesta. Dan apakah nanti Tuhanku, Allah SWT akan memasukkanku ke surga atau neraka milik-Nya? Aku nggak pernah tahu. Sama seperti nggak tahunya aku apakah aku muslim yang benar atau tidak menurut-Nya...

Aku masih harus banyak belajar. Ah, mari kita nikmati lagi secangkir kopi. Dan mengucapkan terima kasih kepada ampas kopi, sekali lagi...

No comments:

Post a Comment