Monday, July 20, 2015

Siapa Suruh Datang Kerinci (Bag. 3) - Merengkuh Danau Gunung Tujuh

"Pergilah keluar. Nikmatilah alam ini. 
Dan gunung bisa menjadi guru yang baik"
(Junko Tabei)

-----------------------------------------------------------------------------------------

3 Juni 2015

Kuintip pagi lewat jendela penginapan. Cuaca cerah. Mungkin langit sudah lelah menumpah ruahkan hujan semalam. Yes, ini berarti aku dan Mas Heru bakal berangkat ke Danau Gunung Tujuh. Sebuah daypack kecil saja kubawa karena kami nggak berniat camping di sana.

Saat menunggu angkot di depan penginapan, kami bertemu dengan beberapa orang yang sempat ketemu pas mendaki Kerinci dua hari yang lalu. Mereka juga masih mengenali kami.

"Mau kemana Mas & Mbak?" tanya mereka
"Ke Danau Gunung Tujuh. Kalian sudah ke sana?"
"Iya, kemarin langsung hajar ke sana"
"Wah hebat, kaki masih pegel banget banget. Gimana treknya?"
"Ya gitu deh. Bisa nyasar karena nggak ada penunjuk jalannya. Pokoknya kalau sudah sampai kubangan air ambil kiri ya." 
"Oke sip, makasih infonya Mas!"

Kami menaiki angkot berwarna putih jurusan Pasar Pelompek. Banyak kendaraan bermotor yang berlalu lalang meramaikan jalan raya. Kupandang sekali lagi Gunung Kerinci di sebelah kiri dengan hamparan kebun teh yang hijau.

Kami sarapan dulu sesampai di Pasar Pelompek. Energi sangat dibutuhkan sebelum mendaki Danau Gunung Tujuh yang berada di ketinggian 1900 mdpl merupakan danau vulkanik tertinggi se-Indonesia bahkan Asia Tenggara. Dengan ojek kami lanjutkan perjalanan dari pasar menuju desa Sungai Jernih Kecamatan Gunung Tujuh tempat pos gerbang Taman Nasional Kerinci Seblat - Resort Danau Gunung Tujuh.


Selamat pagi, Desa Sungai Jernih...
Mari kita lihat Gunung Kerinci, sekali lagi
Selamat Datang di Danau Gunung Tujuh

Pos Resort Danau Gunung Tujuh masih tutup saat kami sampai. Tapi nggak mungkin kami menunggu pos itu buka (nggak tahu juga bukanya jam berapa) untuk melapor pendakian ini. Kami bertanya pada penghuni sebuah rumah di depan pos gerbang, ternyata buku tamunya juga tersedia di rumah itu. Sip dah, mendaki lagi kita! Eh, ada dua ekor anjing ngikutin kami. Tapi katanya biasa ngikutin pengunjung sih kata Bapaknya. 

Di awal perjalanan, trek memang masih datar-datar saja. Tapi kami mulai kebingungan ketika menemukan persimpangan dan sama sekali tak ada penunjuk arah menuju Danau Gunung Tujuh. Ah, pantas saja banyak yang bilang bahwa trek ke Danau Gunung Tujuh berpotensi bisa tersesat (ceileh...potensi!). Untungnya, di beberapa titik kami masih bertemu dengan penduduk yang lewat sehingga tentu saja kami bisa bertanya jalan yang benar menuju Danau Gunung Tujuh.

Lama kelamaan jalurnya mulai mendaki, meski nggak separah jalur dari shelter 2 ke shelter 3 pendakian Kerinci, hehe. Tapi berhubung pegelnya kaki belum sembuh, maka rasanya berat banget. Berkali-kali aku meminta istirahat, setidaknya duduk-duduk sebentar. Ah, jalurnya menanjak terus dan di beberapa titik akhirnya kami temui trek yang lumayan parah juga. Tak ada jalan lain selain merayap alias mbrangkang. Pandanganku selalu mengarah ke atas, berharap ini segera berhenti di puncak. Entah di mana ujungnya...


Mencari ujung jalan...
(Photo courtesy of R. Heru Hendarto)

Mbrangkang lagi kita? Oh tentu saja!

Ketika sudah pertengahan jalan seperti ini kami nggak perlu takut nyasar. Jalurnya sudah jelas, apalagi kalau nemu sampah seperti bungkus plastik bekas makanan dll di jalan, itu berarti Anda nggak kesasar! Miris euy!

Setelah dua jam lebih jalan campur mbrangkang, akhirnya kami tiba sampai di puncak bukit dengan ketinggian 2100 mdpl. Puncak itu ditandai dengan kayu besar yang roboh. Hah, ndlongsor sebentar ya! Eh, ada WA masuk. Dapat kiriman gambar dari Mas Abi dan Mas Rahmat. Mas Abi yang sedang menikmati nasi goreng di Bandara Soetta dan foto Mas Rahmat yang sedang menaiki Damri dari Bandara Soetta ke Bogor. Hmm, begitu ya! Awas, nanti kita balas dengan foto-foto Danau Gunung Tujuh yang memukau!

Tiba di puncak bukan berarti kami sampai di danau. Untuk sampai ke danau kami harus mengikuti jalan menurun yang terletak di kiri puncak. Oh tidak...turunannya naudzubillah juga ini! Aku langsung lemes karena tahu banget bahwa kakiku payah kalau diajak turun. Ya ya, baiklah...mari ngesot lagi! Panjang juga turunannya dengan trek yang nggak mudah pula. Danaunya bahkan belum kelihatan sama sekali.

Setelah sejam ngesot, maka dari kejauhan tempatku berdiri mulai tampak air berwarna biru berbingkai  rerimbunan pohon. Itu dia, Danau Gunung Tujuh!


Danau Gunung Tujuh, membingkai indahmu
Gambar bagian atas adalah penampakan Danau Gunung Tujuh dari Shelter 3 Gunung Kerinci.
Sedangkan gambar di bawah adalah Danau Gunung Tujuh saat di dekati :-)

Danau Gunung Tujuh, danau cantik yang dikelilingi tujuh gunung. Dua hari yang lalu, saat matahari terbit di Shelter 3 pendakian Kerinci, danau itu kelihatan dari jauh, magis luar biasa. Maka aku membayangkan sebuah pagi di sini, dengan warna langit keemasan, permukaan danau yang berkabut mistis serta dersik yang mengalun dingin. Aku juga membayangkan sebuah malam dengan bulan purnama yang terang benderan, menyaksikan mangata (bayangan bulan di air yang berbentuk seperti jalan) yang indah sekali dan ia memanduku dalam gelap gulita.


Danau Gunung Tujuh, di Juni yang biru...
Banyak juga yang camping di seputaran danau. Kebanyakan sih para pendaki Kerinci kemarin itu (aku masih hafal betul wajah-wajahnya). Dan lagi-lagi...banyak sampah berserakan di mana-mana, membuat pemandangan indah ini terkotori :-(

Aku tak turun ke danau, aku bukan anak air, renang juga gaya batu saja, wkwk. Jadi kunikmati saja biru airnya sambil menunggu perahu untuk keliling danau.

Dengan harga seikhlasnya, aku dan Mas Heru juga beberapa pengunjung (yang sudah menunggu perahu lebih dulu dari kami) akhirnya kesampaian juga menaiki perahu Pak Syahril. Pak Syahril, pemilik perahu kayu yan sudah puluhan tahun mendayung dan mengais rezeki dari pengunjung Danau Gunung Tujuh. Beliau sebenarnya tinggal di Desa Sungai Jernih, di kaki Gunung Tujuh. Tetapi beliau baru pulang ke kampungnya sebulan sekali. Eh, percaya atau enggak ya, beliau bahkan punya kartu nama!


Pak Syahril dan perahunya
Sekitar bersepuluh kami menaiki perahu kayu itu, dan hasilnya perahu goyang nggak karuan. Deras juga euy arusnya. Air danau gampang masuk ke dalam perahu. Sebagian mendayung, sebagian lagi sibuk mengeluarkan air dengan piring. Agak ketar-ketir juga sih (terutama Mas Heru yang menenteng kamera mahalnya dan juga mengkhawatirkan keselamatanku yang nggak bisa renang dan nggak ada pelampung di perahu ini, hohoho!).

Ah, seharusnya kami bisa melihat view Gunung Kerinci dari sini, tapi sang atap Sumatera itu sedang tertutup kabut. Jadilah edisi keliling danau menggunakan perahu ini tak mendapatkan foto Gunung Kerinci yang diharapkan. Akhirnya, mengingat arus yang semakin deras jika ke tengah, maka kami putuskan untuk kembali ke darat saja.

Saatnya pulang! Sudah terbayang nanjak dan turunnya, hiks! Ya senasib dengan perjalanan berangkat tadi alias kombinasi ngesot, mbrangkang dan ndlongsor nggak karuan.

Akhirnya kami sampai kembali di Pos Resort. Niatnya sih pakai ojek untuk ke Pasar Pelompek, tapi ternyata tak ada satupun ojek yang ngetem. Ya sudah, kami jalan kaki saja.

Tapi ternyata, jalan kaki dari Pos Resort Danau Gunung Tujuh ke Pasar Pelompek itu jauhnya minta ampun! Perasaan saat berangkatnya naik ojek deket-deket aja ya. Sekarang bener-bener kerasa jauh dan capeknya. Akhirnya kami kepikir untuk numpang mobil bak terbuka yang kadang lewat di jalan itu. Setelah beberapa mobil menolak kami mintai bantuan, akhirnya ada yang berbaik hati juga. Yey, makasih Bapak!

Kami minta diturunkan di depan Masjid Pelompek, biar sekalian sholat dulu sebentar. Abis itu langsung hajar jalan ke pasar bermaksud mengganjal perut yang lapar. Tapi blas nggak ada warung makan selain warung makan tempat kami sarapan tadi pagi itu. Yo wis, kami balik saja ke Kersik Tuo saja, di sana banyak warung dengan aneka pilihan. Yup, segera setelah turun dari angkot di Kersik Tuo, kami segera menyikat Soto Padang dan Sate Padang tanpa ampun :-)


Ayo, hajar sudah!

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama perjalanan di Kerinci : Bang Levi, Mas Mono dan Mas Azis, Penginapan Family, Penginapan Subandi (terutama Pak Subandi & keluarga) dan juga Penginapan Paiman, dan lain-lain.

Hari ini adalah hari terakhirku dan Mas Heru menikmati pemandangan kaki gunung berapi tertinggi di Indonesia itu. Meninggalkan Kerinci dengan jejak yang tersepai dan segenap pengalaman serta cerita seru yang mengiringi. Esok kami berdua akan menuju Bengkulu. Satu petualangan lagi telah menunggu...


-------------------- THE END -------------------

Budget :

1. Homestay Paiman : Rp. 40.000/orang
2. Angkot Kersik Tuo - Pasar Pelompek : Rp. 7000/orang
3. Ojek Pasar Pelompek - Pos Danau Gunung Tujuh : Rp. 15.000/ojek
4. Karcis masuk Danau Gunung Tujuh : Rp. 5000/orang
3. Naik perahu di Danau Gunung Tujuh : Rp. 50.000,-
4. Angkot Pasar Pelompek - Kersik Tuo : Rp. 7000/orang


No comments:

Post a Comment