Friday, August 14, 2015

Tentang Merah Putih...

Peringatan 17 Agustus tinggal beberapa hari lagi. Setiap tanggal itu, aku akan selalu ingat dengan sebuah kisah tentang merah putih. Ya, aku sedang berbicara tentang bendera. Mungkin hanya kisah biasa, tapi bagiku tidak. Merah putih bagiku adalah bagian dari sebuah mimpi masa kecilku. 

Aku akan flash back sejenak...

Menjelang perayaan 17-an, semua rumah yang berada di pinggir jalan maupun gang-gang besar selalu mengibarkan bendera di depan rumahnya untuk memperingati HUT kemerdekaan. Aku kerap iri melihat pemandangan itu, sebab rumahku dan rumah di sekitarku yang bukan berada di tepi jalan bahkan terletak nylempit di sebuah gang sempit atau sama sekali nggak bisa disebut gang, tak perlu mengibarkan bendera itu. Aku hanya bisa menyaksikan bendera yang terpasang di depan rumah-rumah orang yang letaknya di pinggir jalan. Maka pada suatu hari, Lena kecil pernah bilang begini pada Ayah dan Ibu : "Nanti kalau aku sudah besar dan bekerja, aku mau beli rumah di pinggir jalan. Aku ingin ada bendera di depan rumahku setiap 17 Agustus." Sebuah mimpi, mimpi seorang anak kecil. 

Singkat cerita, setelah aku bekerja dan bisa nabung sedikit demi sedikit, aku bisa mencicil sebuah rumah. Sebuah rumah yang meskipun sederhana tapi karena terletak di sebuah kompleks perumahan maka otomatis di depan rumah adalah jalan atau setidaknya gang besar. Aku tersenyum bahagia saat pengembang perumahan itu memberikan satu buah "umpak" tempat memasang tiang bendera di setiap rumah di kompleks perumahan itu. Akhirnya, aku bisa mengibarkan bendera! Akan ada bendera merah putih berkibar di depan rumahku. 

Mungkin cerita ini menggelikan, tapi aku tak bisa tertawa, tapi malah menangis bila mengingatnya. Entah rasa apa, mungkin bahagia telah bisa membuat satu mimpi kecil menjadi nyata meskipun bisa kubilang mimpi itu belum 100% bisa tercapai. Karena bahkan hingga sekarang, sejak kubeli rumah itu, aku sama sekali belum pernah mengibarkan bendera di depan rumahku. Alasan pekerjaan menuntutku selalu pergi ke luar kota atau bahkan luar Jawa dan jadwal liburku selalu tak bertepatan dengan 17 Agustus. Untungnya Ayah dan Ibuku tahu mimpiku sejak kecil itu. Maka menjelang 17-an di setiap tahunnya, Ayah akan selalu menelponku : "Nduk, genderone wis tak kibarke (Nak, benderanya sudah dikibarkan)". Maka akan keluar air mataku, terharu. 

Tahun ini, aku juga tak bisa pulang tanggal 17 Agustus nanti. Lagi-lagi, aku memang tak bisa mengibarkan merah putih itu sendiri, tapi aku tahu, ada orang tuaku  di sana yang berusaha ikut mewujudkan mimpi anaknya. Terima kasihku tak terhingga...

Maka kini, dari tengah samudera, aku akan membayangkan sebuah rumah sederhana bercat dinding hijau muda, mengibarkan bendera merah putih di depannya...


Sunday, August 09, 2015

Pekalongan, Kampung Halaman...

Sepertinya aku tak pernah menulis tentang Pekalongan, kota kelahiranku. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena dilahirkan, dibesarkan di sana dan masih ber-KTP Pekalongan hingga sekarang, maka tempat itu seolah biasa saja. Padahal, banyak yang menarik di kota ini. Baiklah, saatnya bercerita tentang Pekalongan, versi yang aku rasakan sejak lahir hingga berpuluh tahun usia ini.

Pekalongan merupakan salah satu wilayah di Propinsi Jawa Tengah. Terletak sekitar 100 km-an sebelah barat Semarang, Ibukota Jawa Tengah. Wilayah Pekalongan sendiri terbagi menjadi dua yaitu Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan. Tapi mau berada di mana saja, menurutku tak ada hal yang membedakan antara kedua wilayah Pekalongan tersebut selain letak dan kondisi geografisnya saja.


Letak Pekalongan dalam Peta Jawa Tengah
(Sumber : www.wikipedia.org)


Kiri - Kanan : Logo Kota Pekalongan & Logo Kabupaten Pekalongan
(Sumber : www.radarpekalongan.com)

Apa yang terlintas di benak kalian tentang Pekalongan? Batik? Benar, tentu saja. Saat ini, sepertinya batik menjadi industri utama di kota ini. Kota Pekalongan bahkan tidak hanya mentahbiskan diri sebagai Kota Batik tingkat nasional saja melainkan telah meluncurkan city brandingnya sebagai World's City of Batik alias Kota Batik Dunia. Karena batik pula, Pekalongan berhasil masuk ke jaringan Kota Kreatif  Dunia versi Unesco untuk kategori Crafts & Folks Art. Ya, bisa dikatakan bahwa Pekalongan besar karena batiknya. 



Landmark Batik di Lapangan Jatayu Pekalongan
(Sumber : www.cintapekalongan.com)


Di samping batik, sebenarnya Pekalongan juga memiliki industri tekstil yang tak kalah berpengaruh yaitu sarung. Tahukah Anda bahwa sebagian besar sarung yang dijual di pasaran itu diproduksi Pekalongan. Dari Gajah Duduk sampai Gajah Berdiri, hehe! Selain itu, zaman dulu nih, Pekalongan juga terkenal akan komoditas perikanannya bahkan memiliki pelabuhan perikanan yang besar. Tapi itu dulu. 



Bagaimana sarung diproduksi? Mari lihat video-nya, kakak!
(Sumber : Youtube)


Tak lengkap mengenal Pekalongan tanpa mencicipi kulinernya. Bagaimana dengan kuliner Pekalongan? Ah, yang ini sungguh juara. Jangan lewatkan untuk menikmati makanan khas daerah ini yang nyaris tak bisa dijumpai di tempat lain. Sego Megono, Tauto, Pindang Tetel, Kluban Bothok, adalah salah banyak dari kuliner khas kota ini. Pernahkah kalian mendengar nama makanan tadi? Berikut adalah penampakannya.


Krupuk Kluban Blothok 
Pindang Tetel
Sarapan khas Pekalongan "Sego Mengono, Tempe & Krupuk"
Tauto Pekalongan
Menu di sepanjang Alun-Alun Kota Pekalongan saat sore hari  "Lontong & Opor Ayam"
Yang lagi happening "Kopi Tahlil & pasangannya aka Ketan Kinco"
Kepiting Gemes khas Pekalongan 

Banyak yang menyangka bahwa Pekalongan itu termasuk wilayah yang berbahasa ngapak juga. Ah, yang ini aku nggak terima! Pekalongan bukan ngapak, karena Pekalongan memiliki dialek bahasa sendiri beserta istilah-istilah yang tak ada dalam kamus bahasa Jawa secara umum. Logatnya agak susah dideskripsikan dengan kata-kata dan mungkin susah dimengerti oleh yang bukan orang Pekalongan. Juga istilah-istilah semacam "pak, pak ora, po'o, kotomono, hooh pok, kokuwi, dan lain-lain" (hayo, apa coba artinya?) bakal kita jumpai jika bercakap dengan orang Pekalongan. Dan satu lagi, di Pekalongan mau bicara dengan siapa saja, mau dengan orang tua lah atau apalah, kalau ngomong ya sama alias Jowo Ngoko (dengan logat dan istilah khasnya tentu saja). Nggak ada itu menggunakan kromo-kromo alus atau inggil, wkwk! Serius! Bukannya kami nggak sopan, tapi memang ya begitulah bahasa kami. Kami orang pesisiran, jauh dari pusat kerajaan, hehe!


Contoh Dialek Pekalongan :-)

Hari Jumat menjadi hari libur sebagian besar warganya. Para pekerja yang bekerja di sektor swasta (dalam hal ini adalah industri batik, pabrik tekstil dan lain-lain), libur pada hari Jumat. Begitupun sekolah-sekolah (banyak sekolah swasta dari lembaga-lembaga Islam seperti NU, Muhammadiyah dan Ma'had serta Al Irsyad) liburnya juga hari Jumat. Jangan heran jika malam jumat lebih ramai dibanding malam minggu. Orang keluar semua di malam jumat atau hari jumat untuk jalan-jalan. Oh ya, jangan kaget pula jika Anda menjumpai orang lalu lalang di jalan menggunakan sarung dan sepeda. Satu lagi yang agak aneh tapi nyata, yaitu adanya pasar burung yang hanya buka pada malam hari. Nah, yang satu ini sangat ramai khususnya waktu malam jumat! 

Bicara tentang tradisi lainnya, kota ini semarak saat Idul Fitri hari ke-7 atau biasa disebut Syawalan. Ada lopis raksasa yang mempunyai berat berton-ton dan juga ratusan balon udara yang diterbangkan dan memenuhi langit Pekalongan. Ramai sekali.


Warga Berebut Lopis pada Tradisi Syawalan & Pemotongan Lopis Raksasa di daerah Krapyak Kidul 

Satu lagi hal yang menurutku khas, yaitu Pasar Tiban alias Pasar Dadakan. Pasar yang tiba-tiba muncul di satu tempat pada hari tertentu, biasanya di pinggir jalan raya. Tiap tempat atau jalan memiliki jadwal pasar tibannya sendiri. Pasar Tiban ini ada yang mulai pada pagi hari ada pula sore hari. Selayaknya pasar dalam artian sebenarnya, maka Pasar Tibanpun menjual aneka ragam kebutuhan masyarakat terutama sandang dan pangan dengan harga yang relatif murah. Walaupun efeknya adalah membuat macet jalanan, tapi Pasar Tiban memiliki keunikan tersendiri.


Pasar Tiban di Desa Wonoyoso Buaran - Setiap Jumat Kliwon 
Hello Kitty, Popeye, Angry Bird & Dora Emon :-)

Bagi yang hobi wisata, apa yang menarik di Pekalongan? Bagi yang tertarik dengan dunia batik, sebagai ikon Pekalongan tentu saja banyak ditemukan toko-toko batik dan pasar grosir batik. Sebuah Museum Batik dengan koleksi yang cukup lengkap juga tersedia, pun bagi ingin belajar membatik terdapat workshop kecil di dalamnya. Pekalongan juga memiliki event Pekan Batik Pekalongan. Selain itu, karena terletak di tepi pantai, tentu ada wisata pantai. Tapi untuk yang satu ini, terus terang aku tak bisa memberi rekomendasi.


Karnaval Batik Pekalongan 2015
Peserta Karnaval Batik Pekalongan 2015
Video Mapping Museum Batik Pekalongan, dalam penutupan Pekan Batik Pekalongan 2015
(Sumber : www.cintapekalongan.com)


Hei, tenang! Kami punya wisata alam lainnya yang nggak pernah kalian bayangkan. Karena berada di pantai utara Jawa, jangan anggap kami nggak punya alam pegunungan yang luar biasa. Datanglah ke Pekalongan bagian selatan, dan bersiaplah menikmati paru-paru Pulau Jawa. Hutan yang masih terjaga, bukit yang hijau, sungai berbatu nan jernih serta air terjun yang cantik. Ini sebagian buktinya :-)

Wisata Watu Ireng di Kecamatan Kandang Serang 
View dari puncak Watu Ireng di Kecamatan Kandang Serang 
Bukit Pawuluhan di Kecamatan Kandang Serang
(Sumber : Facebook Backpacker Pekalongan)
Curug Bajing di Kecamatan Petungkriyono 
Jalan menuju Curug Muncar di Kecamatan Petungkriyono
Pegunungan di Kecamatan Petungkriyono - sebuah air terjun tampak dari kejauhan

Persawahan di Kecamatan Petungkriyono
Sungai Sengkarang dan Jembatan Belanda di Kecamatan Lolong
Air Terjun (belum bernama) di Kecamatan Lebak Barang

Kabupaten Pekalongan bagian selatan masih menyimpan surga tersembunyi lainnya yang sampai sekarang terus digali oleh beberapa komunitas pecinta alam di Pekalongan. Indahnya sisi selatan sering membuatku tak perlu jauh-jauh untuk menyegarkan mata dan jiwa.

Itulah sedikit cerita tentang kampung halamanku, Pekalongan. Tempat aku dilahirkan, dibesarkan dan mungkin kelak tempatku menghabiskan masa tua...

Ayo berkunjung ke Pekalongan!