Thursday, September 10, 2015

Memburu Bengkulu

Sejarah bisa membuat sesuatu yang sederhana bisa menjadi istimewa.
Sejarah tak hanya sekedar kenangan, tapi menjadi bagian dari perjalanan bangsa.
Maka kutelusuri sedikit sudut kota ini, Bengkulu...

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

3 Juni 2015

Nyaris jam sepuluh malam, saat aku dan Mas Heru sampai di pusat Kota Bengkulu. Perjalanan darat yang sangat jauh kami lalui seharian ini. Dimulai dari Kersik Tuo, desa di kaki Gunung Kerinci menuju Sungai Penuh ibukota Kabupaten Kerinci kemudian lanjut ke kota ini. Selama sepuluh jam perjalanan darat, pantat kami beradu dengan kursi yang tak empuk di dalam sebuah travel dengan jalanan yang meliuk. Sementara di Bogor sana, Mas Rahmat mungkin sedang leyeh-leyeh. Di Jakarta, mungkin Mas Abi lagi jalan-jalan di mall, wkwk! Tapi, hmm...kujamin kalian berdua menyesal nggak ikut lanjut jalan ke Bengkulu ;p

4 Juni 2015

Kami punya waktu seharian untuk jalan-jalan, setidaknya di seputaran kota dan mengunjungi peninggalan sejarah di kota ini. Dari depan hotel Vista, dengan sebuah angkutan umum, kami menuju destinasi pertama yaitu Benteng Fort Marlborough.

This is it...Fort Marborough
Mendadak Model ;p

Fort Marlborough adalah benteng yang dibangun oleh pemerintahan Inggris pada tahun 1713 - 1719, didirikan di atas bukit buatan dan memunggungi Samudra Hindia. Benteng ini juga masih berfungsi sebagai benteng pertahanan pada masa penjajahan Belanda hingga Jepang. Sejak tahun 1977 hingga kini, benteng ini dijadikan bangunan cagar budaya.


Bagian Dalam Benteng Marborough
Mendadak Model Lagi ;p

Tepat di seberang benteng Fort Marlborough ada satu tempat yang bisa disinggahi yaitu Pecinan alias China Town-nya Bengkulu yang ditandai dengan sebuah gapura megah. Namun sayang, kondisi Pecinan tersebut bisa kubilang cenderung terbengkalai. Rumah dan Pertokoan tua yang tampak kusam dan kemungkinan sudah banyak yang tak dihuni.


Pintu Gerbang Pecinan
Pertokoan Tua Sepanjang Pecinan

Kami menyusuri jalan raya besar di Pecinan tersebut hingga ujung, berharap menemukan sesuatu, tapi hingga ujung ya memang hanya ada pertokoan tua saja. Maka dari sebuah pasar yang terletak di ujung Pecinan kami naik angkutan umum untuk bisa diantarkan ke Rumah Pengasingan Bung Karno.

Rumah Pengasingan Bung Karno ini terletak di pinggir jalan raya besar, rumahnya sebenarnya kecil saja, kondisinya terawat dengan baik dan memiliki halaman yang luas sekali. Mari masuk, kita lihat sejenak jejak Presiden pertama RI yang pernah tinggal di rumah ini pada tahun 1938 hingga 1942.


Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu
Ruang Kerja Bung Karno di Rumah Pengasingan
Pada sebuah kamar
Ruang Tamu dan Koleksi Buku

Setelah mengunjungi Rumah Bung Karno, maka tak lengkap rasanya jika tak mengunjungi rumah Ibu Fatmawati, salah satu istri Bung Karno yang asli putri Bengkulu.  Lokasinya lumayan jauh sih sebenarnya dari Rumah Bung Karno, tapi kami memilih jalan kaki sambil menikmati jajaran toko sambil mencari travel agent yang menjual tiket pesawat untuk pulang esok hari.

Kami memang ketemu dengan travel agent, tapi sayangnya si Mbak petugasnya agak-agak mbete-in ditambah jaringan internetnya lemot dan berkali-kali gagal booking! Yo wis, ngapain susah-susah sih, punya smartphone canggih masa nggak dimanfaatin untuk hanya beli tiket pesawat, wkwk!

Menjelang waktu dzuhur saat kami tiba di sebuah rumah panggung bertuliskan "Rumah Ibu Fatmawati". Pintunya terbuka, tapi sama sekali tak ada penjaganya. Maka kami masuk saja, toh tujuan kami adalah sekedar melihatnya saja.


Rumah Ibu Fatmawati, tampak depan
Mesin jahit yang digunakan Ibu Fatmawati untuk menjahit Sang Saka Merah Putih
masih tersimpan di dalam rumah Ibu Fatmawati ini
Suasana Ruang Tamu

Jum'atan sebentar di sebuah masjid di dekat Rumah Ibu Fatmawati, maka kami berlanjut mencari tempat makan siang. Dari hasil bertanya ke mbah google, tersebutlah nama Rumah Makan Marola yang menyediakan makanan khas Bengkulu. Kami naik angkutan umum dan bilang ke sopirnya apakah lewat rumah makan itu, dia bilang ya. Tapi ketika sudah sampai di dekat pantai, supirnya malah bingung. Waduh! Akhirnya Mas Heru bilang bahwa sepertinya rumah makan itu terletak di dekat Hotel Grage Horizon as per google maps. Dengan angkot yang sama akhirnya kami minta Pak Supir untuk mengantarkan kami ke arah hotel tersebut. Kembali lihat google maps, kemungkinan ada jalan kecil yang merupakan jalan tembus yang lebih cepat menuju rumah makan itu, dan kami turun di situ. Memang ada sebuah gang kecil tapi ketika sampai di ujung, gang itu buntu, ada sebuah tembok tinggi yang membatasi gang itu dengan jalan raya di seberangnya. Hahaha, capek deh! Terpaksa kita putar balik lagi dan menuju arah Hotel Grage. 

Dengan kaki yang masih pegel sisa pendakian Kerinci plus Gunung Tujuh, kami berjalan sesuai petunjuk google maps. Tapi alangkah surprisenya kami ketika telah mengikuti petunjuk itu, ternyata tak menemukan apa-apa. Tak ada rumah makan Marola di dekat Hotel Grage. Hah! Jadi dimana seabenarnya rumah makan itu? Ini yang nge-tag koordinat pasti salah! Kami berjalan lagi menuju jalan raya besar yang sebelahnya persis adalah pantai, kemungkinan Pantai Panjang. Berjalan di tengah terik siang yang panasnya minta ampun. Tak ada tanda-tanda rumah makan itu. Kami bertanya ke seorang pedagang rujak potong yang banyak berjejer di pinggir jalan (sambil membelinya, tentu saja), tapi kami jadi tambah pusing karena diapun nggak tahu dimana letak rumah makan itu. Lha piye iki, masa rumah makan terkenal semacam itu nggak diketahui orang? Kami tambah penasaran. Lanjut jalan kaki lagi, lalu ada dua persimpangan jalan, kami pilih yang ke kiri. Kembali menyusuri jalan raya dengan view pantai di sebelahnya. Dengan sisa tenaga campur rasa penasaran akhirnya dari kejauhan tampak sebuah plang besar, apakah itu? Semakin dekat kami semakin yakin bahwa itulah Rumah Makan Marola. Ya Allah, perjuangan menuju tempat makan ini begitu berat! Wkwkw!


Ini dia yang dicari cuy!

Setelah berjalan jauh nggak jelas, maka saatnya balas dendam dengan memesan makanan khas Bengkulu. Kami pesan Udang Tempoyak dan Bagar Kuah Asam serta teman-temannya. Berkawan angin semilir di sebuah gazebo di rumah makan ini dan pemandangan Pantai Panjang di seberang. Ah, tak ada tukang ojek pula di dekat sini, lalu bagaimana pulangnya nanti? Apakah kita akan kembali rute awal berangkat tadi yang nggak jelas dan jauh banget? Lha mbuh, sing penting mangan dhisik, hahaha! 

Hajar sudah...!!!

Meski lapar dan capek nyatanya makanan yang kami pesan tak mampu dihabiskan. Kami sudah kekenyangan. Eh, jadi ntar pulangnya gimana? Hahaha, pertanyaan itu lagi! Tapi ngapain balik hotel jam sekarang, nanggung. Mari kita menghabiskan waktu di pantai saja, menunggu senja di Pantai Panjang. 


Masih siang di Pantai Panjang
Senja (yang mendung) di Pantai Panjang

Saat matahari nyaris terbenam, aih...malah mendung menggantung dan akhirnya turun hujan, saudara-saudara! Ambyar semua rencana untuk meliput senja di sana. Yo wislah! Oh ya, untuk rute pulangnya, kami memutuskan untuk tidak mengulangi jalan berangkat tadi, tapi lewat jalur lain yang sesuai mbah google maps (semoga benar!). 

Alangkah bahagianya, saat di ujung jalan yang kami lewati ternyata jalan itu tembus jalan raya besar dan terlihatlah sebuah angkot. Ketika kami tanya apakah rutenya melewati Hotel Vista, supirnya mengiyakan. Kami benar-benar masih bingung dengan jalanan Bengkulu, karena...lha jalan ini kan kita lewati waktu ke Rumah Bung Karno, lha berarti rute ke Pantai Panjang itu lebih dekat lewat sini , hahaha, kacau! 

Meski sebentar menikmati Bengkulu, tapi setidaknya satu kota besar di Pulau Sumatra berhasil kujejaki. Besok saatnya pulang. Terima kasih untuk Mas Heru, sudah menjadi teman seperjalanan yang seru. Aku tunggu artikel jalan-jalannya terbit di majalah ternama Indonesia! (Dan ngarep wajah-wajah Genk Purpala ikut muncul di dalamnya, haha!) Eit, makasih banyak untuk sharing ilmu tentang menulisnya yak :-)

-------------------------------------------------------------------------

Budget :
1. Travel Sungai Penuh - Bengkulu = Rp. 130.000,-
2. Hotel Vista Bengkulu = Start Rp. 100.000,-
3. Angkot Hotel Vista - Benteng Marborough = Rp. 4000,-/orang
4. Angkot Benteng Marborough - Rumah Pengasingan Bung Karno = Rp. 4000,-/orang
5. Angkot Pertigaan arah Pantai Pasir Panjang - Hotel Vista = Rp. 4000,-/orang

No comments:

Post a Comment