Tuesday, March 29, 2016

Ngelamang di Sumbawa (Bag. 8): Kulari ke Bukit, Lalu Belok ke Pantai

"If I leave here tomorrow,
Would you still remember me.
For I must be traveling on now 
'Cause there's too much places I've got to see..."
(Free Bird - Lynyrd Skynyrd)

------------------------

13 Januari 2016

Kami tinggalkan Alas pagi itu. Sekali lagi terima kasih untuk Paman dan Bibinya Yuli yang telah menampung kami bahkan telah menyiapkan sarapan yang yummy. 

Kubawa motor pelan melewati jalanan Alas ke arah Poto Tano. Saat inilah aku bisa benar-benar menikmati setiap jengkal perjalanan. Membelah perbukitan hijau setengah kekuningan dengan kondisi jalan aspal yang berkelak-kelok. Yuli bilang, aku harus berhenti di sebuah bukit, orang-orang menyebutnya sebagai Bukit Galau. Wow, kekinian sekali namanya. 

"Ambil kanan, Mbak. Sebentar lagi sampai Bukit Galau." kata Yuli 

Aku aktifkan lampu sen kanan, belok dan menepi. Ada areal cukup lapang di situ, sepertinya memang sengaja dibuat untuk tempat parkir. 

Oh, inikah Bukit Galau itu. Nggak begitu tinggi sih. Sejenak berleha-leha di gazebo yang sudah tersedia sambil menikmati pemandangan alam berupa bukit dan dataran hijau yang menghampar juga jalan raya yang berliku. Tak ada yang menggalau di sini saat ini. Ah, siapa juga yang mau menggalau di tempat ini di hari Rabu pagi yang cukup terik begini? Entah mengapa bukit ini dinamai demikian. Mungkin banyak dedek galau yang suka mengusir kegalauan di sini, atau karena bukit ini kerap menyimpan kenangan? Halah!

Akhirnya aku ikutan menggalau di Bukit Galau
Yulipun juga menggalau

Mentari kian terik. Mari lanjutkan perjalanan lagi! Eh, mampir dulu ke tempatnya Komeng di Puskesmas Seteluk. Meluruskan kaki sambil ngopi-ngopi di kantin Puskesmas. 

Hmm, kemana lagi kita? Masih terlalu pagi untuk pulang ke Benete jam segini. Baiklah kita ngelayap ke pantai saja. Kami melihat ada petunjuk arah dengan tulisan "Pantai Kertasari" tak jauh dari kota Taliwang. Capcus dah! Ini bakal jadi destinasi baru juga untuk Yuli.

Tapi ternyata...Pantai Kertasari itu berada jauuuh (dengan u yang banyak) dari Taliwang. Beneran. Kami melewati banyak perkampungan, persawahan, jalan yang naik turun, jalan yang baru di aspal, dan masih belum sampai juga. Kita bahkan sempat bertanya beberapa kali ke penduduk untuk memastikan bahwa kami berada di jalan yang benar. Dan yup, akhirnya kami menemukan sebuah gapura dengan tulisan semacam Selamat Datang di Desa Kertasari. Akhirnya! 

Kami sampai di sebuah perkampungan nelayan di pinggir pantai. Terdapat juga gubuk-gubuk tempat para petani rumput laut melakukan kegiatan menjemur dan memilah-milah hasilnya. Tapi pantainya cenderung kotor di situ, banyak sisa-sisa rumput laut yang terbawa ombak sampai daratan. Pelan kujalankan motor lagi menjauh dari perkampungan, mencari pemandangan lain lagi. Kami berhenti di tepi pantai yang sepi. Laut sedemikian biru. Tampak gulungan ombak besar nun jauh di sana.


Ombak Pantai Kertasari
Masih di Pantai Kertasari
Rumput laut sedang dijemur
Sudut kampung
Petani rumput laut dan keluarga sedang memilah rumput laut

"Yul, kalau kita punya duit banyak, kita beli aja tanah di sini. Kita bangun penginapan." kataku. Iseng aja sih, lha duit dari Hongkong? Hahaha!
"Betul Mbak, pantai ini belum dikelola. Tuh lihat ombak besar di sana, bagus pasti untuk surfing" timpal Yuli.

Kenapa kami tiba-tiba mikir gini? Karena kami berdua melihat sebuah rumah keren dari kayu yang sedang dibangun persis di depan pantai. Meski mungil, tapi eksteriornya cakep gila! Ada tamannya, terus semacam cafe outdoor, bahkan hammock! Sepertinya tempat ini dimiliki oleh bule, sekelibat kami melihat sosoknya sedang mengawasi pekerjaan para tukang. Mau ngambil foto rumah itu, tapi nggak enak euy! Haha!

Kami melanjutkan perjalanan lagi, kembali ke Taliwang. Masih ingin ngelayap lagi dan belum mau pulang. Yuli menyebutkan nama sebuah pantai lagi, Pantai Balat namanya. Pantai Balat ini terletak di pinggiran Taliwang, sudah ada papan petunjuknya dari kota, tinggal ikuti saja.

Sesampainya di Pantai Balat, tak ada retribusi, langsung masuk saja ke area pantainya. Banyak warung di pinggiran pantai, meskipun kebanyakan tutup karena mungkin akan sedikit pengunjung di hari biasa seperti ini. Untuk pantainya sendiri, aku cukup terkesan karena bersihnya. Balat adalah pantai berpasir hitam dengan bukit-bukit cantik di sisinya.


Bermain pasir di Pantai Balat
Pantai Balat yang sepi

Edisi nge-pantai belumlah selesai. Ada satu pantai lagi kata Yuli yang bisa kita sambangi sekalian pulang ke Benete, yaitu Pantai Jelengah. Yo wis, hajar sekalian saja.

Pantai Jelengah ini terletak di Kecamatan Jereweh. Jalan menuju ke sanapun cukup seru, dan lagi-lagi jalanan ini seperti milik kami saja karena praktis nggak ada orang lain yang melewatinya. Tak cuma jalanannya, tapi pantainya pun....serasa milik pribadi. Berpasir putih, bersih.

Menyusur pantai, menghidupkan kenangan
Pantai Jelengah 

Langit mendadak gelap saat kami beranjak pergi dari Pantai Jelengah, sepertinya akan hujan. Dalam perjalanan pulang, hujanpun turun. Ah, kami nggak bawa jas hujan! Maka inilah ending dari perjalanan seruku di sebagian Sumbawa. Hujan-hujanan di atas motor melewati jalanan Jereweh menuju Benete.

Besok pagi, kapal Tenggara Satu akan membawaku ke Lombok, lalu terbang ke Jakarta pada hari yang sama. Terima kasih banyak untuk Yuli dan keluarga. Juga teman-teman baru yang kukenal di sana, Wiwin, Komeng, Irwan dan Maulidin.

Satu minggu yang sungguh mengesankan! Sumbawa memang tak pernah mengecewakan. Dan kini, telah kuserak lagi kenangan. Sampai jumpa lagi, kawan!

Di Pelabuhan Benete, sebelum pulang


-------------------------------THE END --------------------------

No comments:

Post a Comment